Rabu, 31 Desember 2008

Kejutan di akhir tahun

Akhir tahun yang penuh kejutan

1. Suami pindah tugas di ujung Pulau Sumatera
2. Si mbak cuci baju besok pas tanggal 1 Januari cuti mau jalan-jalan
3. Si mbak yang nginap, besok pagi-pagi ijin pulang ke kampung karena ibunya melahirkan
4. Suami pergi dengan teman-temannya ada acara kajian malam tahun baru

Jadi penghujung tahun yang penuh kejutan

Hidup adalah perubahan, I try to understand it. Life is change. Yes, life is change and always change. We must ready.

Selalu ada hikmah yang tersembunyi, dan aku coba mencari hikmah itu, meski harus dengan langkah yang tertatih.

Hidup selalu berubah dan berubah dan berubah. Kita harus siap, karena hanya yang siap dengan apapun perubahan itulah yang bisa survive. Perubahan yang kadang menyenangkan kadang menyedihkan. Kadang kita harapkan, kadang tak kita inginkan. Kita harus hadapi, janganlah lari.

Selalu ada matahari di tempat kau berdiri
Selalu ada rembulan di tempatmu berdiam

So, don't be afraid please.... don't worry, be happy, ok?

Selasa, 30 Desember 2008

Selamat Tahun Baru

Tahun baru Masehi tinggal hitungan jam. Sementara tahun baru Hijriyah sudah lewat beberapa hari. Semua terasa biasa-biasa saja. Adakah yang salah dengan diriku?

Kucoba merenung. Entahlah. Tapi mungkin sudah merupakan satu kebiasaan jelek, tahun demi tahun berlalu dan aku melaluinya dengan biasa-biasa saja. Entahlah. Aku mungkin lebih banyak memperhatikan hari, bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin. Itu saja. Meski nyatanya tidak selalu berhasil demikian :(

Resolusi? Aku tak tahu pasti apa artinya. Mungkin semacam keinginan atau capaian yang harus diperoleh di tahun depan. Kalau aku ditanya apa resolusiku di tahun depan? Mungkin aku akan kebingungan, atau mungkin hanya akan tersenyum. Stt... aku memang punya banyak keinginan dan cita-cita, tapi kupikir tak etis bila harus diungkapkan pada setiap orang. Jadi? Biar hanya aku yang tahu apa keinginan dan cita-citaku. Kenapa? Ya, salah satunya agar tidak malu kalau ternyata cita-cita itu tak tercapai. Tapi, bukankah dengan mengungkapkannya pada seseorang akan menjadi sebuah penyemangat? Mungkin ya, mungkin tidak. Hehehe... itu menurutku lho. Lalu apa resolusimu di tahun depan?

Ini adalah resolusi seorang teman,

Keuangan
Lebih banyak saving money, tak tergiur diskon, tak sering-sering menggesek kartu kredit (kalau aku sih tidak pernah menggesek kartu kredit, wong ndak punya :p), memindahkan rekening ke bank syariah dan hanya menempatkan secukupnya di bank konvensional untuk cash flow aja

Kesehatan
Minum hanya air putih, susu kedelai, susu sapi, yogurt, no soft drink
Mengurangi makan gorengan, daging merah, hanya makan daging putih
Beli sepeda untuk transportasi ke tempat yang dekat, misal ke warung, banyak jalan kaki, ikut senam lagi (maklum udah lama absen), tidur tidak terlalu malam, tahun ini harus pap smear dan mammografi, plus medical check up lengkap

dan lain-lain.... aku baca aja sudah pusing... eh tapi sebenarnya baik juga sih...

Ok, semoga tahun depan lebih baik dari tahun ini. Amin.

NB. nanti malam lihat kembang api di langit, pasti cantik sekali

Sabtu, 27 Desember 2008

Kaos Kesayangan

"Mbak, kornit Pos KK, kan? Pekan depan dalam rangka launching, Pos KK Mbak, ikut lomba kreativitas ya?"

"Lomba apa?"

"Apa saja deh, perwakilan satu orang, membuat karya kerajinan tangan. Boleh display yang sudah jadi, tapi ada satu yang dibuat di sana. Jangan lupa ya Mbak, Sabtu depan."

Walah, aku langsung pusing. Lomba kreativitas apaan? Kebetulan aku belum lama bantu-bantu sebuah majelis taklim dekat rumah. Mau buat bunga dari manik-manik, sulam pita atau apa ya? Yang gampang-gampang aja. Mau yang sekedar buat hiasan atau pajangan, atau mau membuat yang fungsional? Kayaknya aku lebih cenderung yang fungsional. Bahasa SBYKL-nya seni rupa praktis, jadi ada unsur seni dan unsur pakainya.

Setelah berpikir dan menimbang 3AH (mudah, murah, indah) pilihan jatuh ke aplikasi kaos. Bisa disulam atau pakai kain flanel. Lalu aku beli kaos seukuran anakku (biar bisa dipakai), kain flanel, bidangan, benang dan jarum. Pulang ke rumah, bingung lagi, pakai motif apa ya biar anak-anak mau makainya? Gambar apa yang disukai Amil ya? Oya, Amil kan suka banget sama pokemon. bahkan dulu pernah ngeprint macam-macam pkemon di kertas. Segera aku bongkar laci anak-anak. Hap, ketemu. Segera aku jiplak gambar Thyplosion (nama salah satu pokemon). Lalu kain flanel aku potong membentuk nama Amil, sip tinggal disulam. Dan tak berapa lama, jadilah aplikasi kaos itu.

Ketika Amil pulang, aku sempat deg-degan, jangan-jangan Amil tidak suka.

"Dik, ini lihat, Umi bikinin kaos Thyploson, mau nggak?"

"Mau... mau... wah bagus sekali Umi..." Alhamdulillah si kecil amat menyukai kaos itu. Si kakak tak ketinggalan minta dibuatkan gambar yang lain.

"Dik, tapi kaosnya jangan dipakai dulu ya. Mau Umi pakai ngajari ibu-ibu dulu.. mau dipakai lomba dulu..."

Tapi yang namanya anak-anak... malam itu juga, Amil minta kaosnya dicuci, paginya disetrika dan habis mandi... kaos itu sudah berpindah menutupi badannya. Siangnya habis dipakai, minta dicuci lagi, dipakai lagi. Yah, kan mau dibuat pameran dulu, Dik?

Liburan

Suatu pagi

"Umi, kata abi kita mau ke Bali, sekalian ke Lombok tempat Oom Bayu, " kata si kecil sambil berbisik. "Masih rahasia," katanya lagi menambahkan. Ada senyum ceria yang tak bisa disembunyikannya.

"Hah? Ada apa sih? Anak-anak dan abi main rahasia-rahasiaan?" batinku.

"Serius Dik?" tanyaku.

"Iya Mi, tadi abi yang bilang... iya kan Mas?" si adik minta ketegasan dari kakaknya.

Sang kakak mengangguk sambil asyik main game komputer.

"Emang ada acara dari kantor Abi?" tanyaku.

"Nggak Mi, pergi sendiri aja..." jawab si kakak.

"Oooo..." jawabku. "ya udah, kita siap-siap aja..."

Suatu pagi yang lain

Ada telepon berdering. Dari saudara yang tinggal di luar kota. Bla bla bla.. intinya istrinya terjerat hutang rentenir.

Suatu pagi berikutnya

Mata si kakak berkaca-kaca, wajahnya murung.

"Ada apa, Sayang?' rengkuhku.

"Kata abi kita tidak jadi liburan ke Bali," sedih sekali nadanya.

Aku menarik nafas. "Emang kenapa?" tanyaku.

"Kata abi uangnya dipinjam sama saudara..."

"O...." aku segera paham. "Ya udah, kita liburan di Jakarta saja. Lagi pula sekarang kan cuacanya sering hujan Mas, Umi takut naik pesawat kalau lagi hujan..." kataku coba menghibur.

"Ingat nggak liburan tahun lalu kita ngapain aja?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Kita bikin kupu-kupu dari ulat, ingat?"

Si kakak tersenyum. "Iya, kita bikin percobaan, menangkap ulat, terus dimasukkan kardus aqua yang diberi plastik bening, jadi kepompong terus keluar kupu-kupu..." si kakak sudah mulai ceria.

"Ulatnya rakus banget ya Mi, makan daun sampai habis tak berhenti-henti... kotorannya hitam bulat kecil-kecil... terus berapa hari gitu berubah jadi kepompong..." si kakak tak henti-hentinya bercerita.

Ya Allah, berikan kami kekuatan, untuk membuat liburan ini tetap indah, meski kami tak bisa pergi kemana-mana. Ada banyak hal menarik yang bisa dilakukan untuk mengisi liburan. Dan aku kembali berpikir keras mencari ide, liburan ini mau ngapain ya?

Kamis, 18 Desember 2008

DESEMBER

Ya... akhirnya Desember datang juga. Hm aku coba mengingat-ingat, kenangan apa saja yang ada di bulan Desember ya?

Kemah Kelas 1 SMA
Wah... ini pengalaman yang tak terlupakan... menyenangkan dan penuh kenangan. Aku selalu suka alam. Cinta banget. Apalagi tempat kemahnya bagiku menyenangkan. Bersama teman-teman yang juga menyenangkan. Ada Haris, Ririd, Asri, Yayuk, Silvi...hm siapa lagi ya? Aduh friends...i miss you all...!!!
Sambil nulis ini aku membayangkan lagi duduk di bangku kelas 1F yang kelasnya ada di pojokan, dekat kantin dan dekat kamar mandi. Aku duduk sebangku dengan Yayuk (Halo Yayuk, dimanakan dikau sekarang?)
Lalu dekat bangkuku dikelilingi oleh Silvi, Haris, Asri, Ririd, Dina. Jadi ingat, kalo jam kosong aku suka menyanyi-nyanyi bareng Silvi atau menirukan kata-kata yang ada di kaset Cinderella... bersahut-sahutan, hihihi...norak bandet kita ya Sil saat itu...dan kita akan tertawa-tawa... Silvi aku kangen sama kamu deh... kapan kita bisa ketemu lagi ya?

Menikah
Hehehe... tentu saja aku ingat, di bulan Desember ini ada momen penting yang pastinya nggak bakal aku lupakan. Yup, I married in December 1996.... jadi nggak terasa udah 12 tahun berdampingan, bersebelahan, berdepan belakangan, dengan seseorang yang dari mencium baunya aja aku udah hapal...hihihi (Abi, please deh... kebetulan aku menikah dengan makhluk yang bertipe laki-laki bangets! Dalam artian, tidak suka berwangi-wangi, berdandan apalagi perawatan..hihihi.. jauh banget deh... nggak pernah pakai parfum juga, jadi ada bau alami yang terpancar apalagi sore hari sepulang kerja...wah... wis pasti harum bangets! Buktinya begitu abi pulang langsung diuwel-uwel dan dikruntel sama dua jagoan cilik. Sering si kecil sampai owek-owek karena dapat hukuman kena cium -maaf- kethek abi...hihihi). Tapi ya tetep aja nggak bosan, hampir tiap sore kita berempat kruwelan di kamar....

lanjut besok ya... mau bobok dulu... bye!

Senin, 24 November 2008

Jangan Pernah

Siang ini, lagi asyik mengoreksi soal-soal ujian ekskul Dokter Kecil, telepon berdering cukup nyaring.

Dari seorang tetangga yang tak begitu dekat -maklum jarang nonggo..hehehe- curhat bla bla bla bla... walah

Inti pembicaraan tadi :

Sebuah cerita klasik, aku tak akan memberi nasehat atau masukan buat sang curhat-er, cukup aku ambil hikmah aja buat diriku sendiri...

1. Jangan pernah gak mau hidup sederhana, sesuai kemampuan.
Siapa bilang hidup sederhana itu identik dengan penderitaan. Nikmat kok, asal kita kreatif dan tetap harus memperhatikan beberapa hal. Misalnya menyiasati pos-pos pengeluaran agar tetap terkendali. Pos yang biasanya cukup menguras dana -di luar kewajiban pokok tiap bulan- antara lain adalah fashion, jalan-jalan yang ujungnya beli mainan anak-anak atau berlibur. Wah kalo tidak diatur bisa bengkak tak karuan. Sementara pos yang tak bisa diutak utik adalah makanan, kesehatan. Yang terakhir ini juga sebenarnya masih bisa disiasati. Untuk makanan, misalnya, hanya membeli makanan yang sekiranya akan dimakan, atau membeli dalam jumlah agak besar dan disimpan di kulkas. Masalah pos wajib bulanan, misal untuk listrik dan telpon juga masih bisa -agak- dihemat, misal dengan mengatur penggunaannya. Misal, matikan lampu/kran air bila tak digunakan. Telpon hanya yang benar-benar penting atau menggunakan fasilitas nelpon murah yang saat ini banyak tersedia. Untuk baju, alhamdulillah aku tak begitu pusing. Untung aku orangnya konservatif habis dan sering tidak percaya diri memakai baju yang rame dan bermodel-model. jadi untuk si konservatif ini, baju kebangsaan adalah baju bikinan sendiri alias aku jahit sendiri, model sesukanya sendiri...hehehe bahkan aku sekarang lagi belaar menjahit jilbab sendiri. Hasilnya? Jadi tampak lebih matching dan tak ada yang ngembari (baca : nyamain). Tapi yang lebih penting : jauh lebih hemat dan aku nyaman memakainya.
Lumayan, menjahit juga bisa aku bikin refleshing kalo lagi stress atau jenuh dengan rutinitas...hehehe (sambil belanja kain, pilih yang kualitasnya bagus tapi harganya murah karena cuma tinggal sepotong..hehehe... maksudnya sisa pabrik/konveksi gitu, yang sering ke cipadu pasti tahu lah ya :p.. ada kain bagus, tapi cuma 1/2 meter aja)
Nah, jangan lupa nabung. Pisahin rekening tabungan (yang benar-benar usahain gak diambil-ambil) dan rekening untuk lalu lintas uang (kalo ini aku juga baru belajar)
Nikmat lho hidup sederhana di bawah standar -atau sesuai standar- kemampuan finansial kita. Sebaliknya hidup di atas standar finansial? Wah, jangan deh... bakalan stress. Biar aja ada sebagian orang yang menilai seseorang dari penampilannya, kalo aku sih pilih yang biasa aja.

2. Jangan pernah memaksakan diri.
Ya, sesuai dengan kemampuan aja. Jangan memaksakan diri ingin memiliki sesuatu yang di luar jangkauan kita. Apalagi sampai ngutang, duh utang itu enak di awal tapi sengsara di akhir. Apalagi ngutangnya sama rentenir -seperti cerita yang barusan kudengar tadi- jangan deh, sekali lagi jangan. Hutang juga bikin tidur tidak tenang.

3. Jangan pernah gak jaga kesehatan.
Mentang-mentang mau hidup sederhana, terus makan seadanya? Nggak banget deh.... Masalah makan kayaknya aku sulit kompromi deh. Ok, baju boleh ngasal -maksudnya myurah gitu, bisa kok tampil cantik dengan biaya murah, eh bukan murahan lho-, tapi untuk soal makan, harus bergizi, hiegenis, ya meski jatuhnya mahal dikit gak papa. Daripada makan ngasal, tapi kantong terkuras buat biaya berobat dan rumah sakit.

Wis itu aja dulu ya, tadi siy yang diceritain banyak.... tapi :( -lagi belum bisa nulis nih-
mau jemput Amil dulu ah... bye........... :p

Mas Azzam pakai kacamata

Hari ini, setelah melalui sekian tes dan pemeriksaan........ dengan tenang, dokter yang berpenampilan sudah seperti eyang2 itu menyatakan bahwa, profesor kecilku harus pakai kaca mata!

Aku tidak terlalu kaget, karena sudah menduga dari awal -meski masih ada sedikit harapan, semoga dugaanku salah-. Demikian juga dengan profesor kecil itu, dari awal sudah siap, kalau toh memang harus pakai kaca mata.

Awalnya, seperti kelas yang lain, tempat duduk bergeser roling tiap bulan. Kebetulan bulan ini Azzam dapat giliran duduk pada bangku yang paling belakang. Masalah mulai muncul karena ia tak dapat melihat tulisan di papan tulis. Biasanya ketika kutanya apa yang ia lakukan -kalau tidak bisa melihat tulisan di papan tulis- Azzam dengan cueknya akan maju ke depan dan duduk di lantai.

Lalu kami berdua berinisiatif periksa mata. Akhirnya kami pergi ke klinik mata dekat rumah. Dan ya gitu deh... ternyata memang harus bersahabat dengan kaca mata. Jadi ingat tulisan Asma Nadia -dalam buku Catatan Hati Bunda- bagaimana perasaan Asma saat tahu anaknya harus pakai kaca mata. Jika dalam buku tersebut Asma bercerita dengan dramatis, saat saya tahu bahwa Azzam memang darus memakai kacamata... perasaanku sebagai seorang ibu adalah, kasihan. Karena kupikir, pasti repot jika untuk bisa melihat dengan jelas, kita bergantung pada kacamata. Ya, jadi teringat cerita2 teman dengan kacamatanya...

Mungkin di mata orang lain, orang dengan kaca mata itu sudah dianggap cacat, tapi bagiku dunia tetaplah belum kiamat. Karena ada banyak orang yang tetap bisa sukses -dunia akherat insya allah- meski pun harus melalui hari-hari dengan berkaca mata. Misalnya, temanku yang jadi dokter pun ada yang berkaca mata, atau progesi lainnya. ya, mungkin Azzam harus melupakan cita-citanya untuk jadi pilot... hehehe. Namanya juga anak kecil, ia pernah bercita-cita ingin jadi pilot.

Singkat cerita, berbekal resep dari dokter mata, kami menuju optik terdekat. Sepertinya Azzam sudah tak sabar dengan kaca mata barunya. Sampai di sana ternyata, optiknya tutup, kami menunggu sambil makan di sebuah restoran siap saji. Begitu optik buka, saya segera menyerahkan resep -kalo dari dokter umum, resep diserahkan ke apotik, kalau dokter mata, resep diserahkannya di optik- Azzam segera melihat-lihat frame yang lucu dan beraneka ragam. Segera ia mematut-matut di depan cermin sambil senyum-senyum sendiri. Akhirnya kami pesan dua pasang kaca mata, satunya untuk cadangan. Ternyata tidak bisa langsung jadi, kami harus menunggu selama 4-6 hari... woalah ternyata lama juga. Jadi paling cepat Jumat pekan ini Azzam akan pakai kaca mata. Ehem... tambah gantheng dan tambah kelihatan pinter sih...

Ketika aku ledekin, "Wah, pakai kaca mata, kayak orang pinter aja ya Mas?"

Dia menjawab diplomatis, "Ya Umi, bukan kayak orang pinter, tapi aslinya aku khan emang pinter...." -ternyata cukup percaya diri juga nih anak- :p amin amin semoga kamu emang pinter nak

Senin, 03 November 2008

Syndrom pra-nikah?

Wajah di depanku tampak murung.
Minta tissue ya, Dok," kata perempuan muda itu sambil mengusap hidungnya yang berair dan tampak kemerahan.
"Ambil aja Mbak, lagi flu ya?"
"Bukan. Saya lagi berantem sama pacar. Memang kalau mau menikah begitu ya, Dokter. Kata orang selalu saja banyak halangannya. Hal-hal yang dulu rasanya biasa-biasa saja, sekarang sering jadi bahan pertengkaran," tanpa diminta perempuan di depanku sudah bercerita panjang lebar.
(Dalam hati aku berucap, ini mau cabut gigi atau mau konsultasi psikologi, salah masuk ruangan kali...:p)
"Ya, yang sabar saja, Mbak. Namanya hidup pasti ada saja cobaannya," kataku sok memberi nasehat....(hihihi yang standar2 aja)
"Kata teman saya sih, kalau saya berantem sama pacar yang ini terus memutuskan tidak jadi menikah, pasti nanti sama pemuda yang lain juga begitu. Jadi gimana ya, Dok?"
Waduh saya harus menjawab apa nih.
"Usianya berapa sih Mbak, masnya?"
"Tiga tahun lebih mudaan dia sih."
"O, ya wajar Mbak, jangankan lebih muda, yang lebih tua atau sama juga pasti begitu. Itu namanya penyesuaian Mbak...."
"Semacam pressure ya Dok, saya sekarang jadi sering menangis Dok, saya sering merasa sedih untuk hal-hal yang kecil. Saya hanya ingin dingertiin..."
"Sabar Mbak, nanti kalau sudah menikah, tahun-tahun pertama biasanya juga sering nangis. Sering salah paham, sering merasa sakit hati. Tapi lama-lama juga kenal, saling paham, ya akhirnya jadi banyak tertawa deh..."
(eh jangan-jangan ini pengalaman pribadi dokternya....hihihihi)
"Menurut saya sih, ya, laki-laki itu egonya tinggi. Maunya dituruti dan diakui sebagai suami. Okelah, Mbak nggak apa-apa. Untuk hal-hal yang tidak prinsip, kita turuti saja apa kemauannya Mbak, nggak susah kan. Karena ada juga tipe suami yang bila kita berbeda pendapat, dianggapnya kita menentang atau durhaka. Padahal maksud kita tidak begitu. Boleh kan kita mengeluarkan pendapat, mungkin pendapat kita lebih baik, atau mungkin pendapatnya yang lebih baik. Kalau saya, karena saya sudah mulai mengenal suami saya, untuk hal-hal yang saya anggap tidak prinsip, saya nurut saja deh, Mbak."
"Yang nggak prinsip, contohnya apa? Terus yang prinsip apa?"
Aku tersenyum. "Prinsip dan tidak prinsip mungkin bagi orang tidak sama ya Mbak. Kalau bagi saya, yang prinsip misalnya, suami melarang kita sholat, nah kita tidak wajib ikuti. Tapi kalau yang tidak begitu prinsip, misalnya saya berbeda pendapat tentang pemasangan awning di rumah. Suami maunya garasi terbuka, udara dan sinar matahari bisa masuk, bawahnya ditanami rumput hijau. Ok, saya bisa terima karena maksudnya baik. Tapi saya juga punya pendapat, bagaimana kalau musim hujan, mobil -yang saat itu belum lunas- harus basah kehujanan, tembok dan jendela serta pintu yang terbuat dari kayu bisa cepat rusak. Tapi suami tetap bersikeras dan saya ikuti saja pendapat. Benar, keika musim hujan tiba, semua kekhawatiran saya terjadi, bahkan lebih parah. Cat yang baru mengelupas dimana-mana. Kusen dan pintu basah, lembab dan mulai berjamur. Sementara mobil basah kuyup karena hujan yang sering turun disertai angin. Saya hanya diam, tak menyalahkan suami atau merasa pendapat saya benar. Saya hanya bilang "Wah, Mas, kalau begini terus, rumahnya bisa cepat ambruk, deh..." Besoknya suami langsung nyuruh pasang awning."
Perempuan di sepanku tampak serius mendengarnya.
"Kalau menurut Dokter, ini termasuk hal yang prinsip atau bukan? Dia kan orang Jawa, nah kalau memanggil adik atau kakak harus pakai sebutan Mas atau Mbak,sementara kan saya terbiasa moderat, langsung panggil nama, bahkan ke orang tua juga boleh langsung panggil nama. Eh sekarang saya harus memanggil kakak atau adiknya dengan embel-embel mas atau mbak atau dik di depan namanya. Ribet banget kan, Dok? Saya maunya langsung panggil nama saja, kan kedengarannya juga lebih akrab. Dia langsung marah-marah deh..."
Aku tersenyum, jadi ingat teman SMA ku yang sama banget pemikirannya dengan mbak di depanku ini (soal memanggil nama, bahkan ia merencanakan anaknya hanya memanggil namanya tapi ditentang oleh keluarga besar).
"Ok, menurut saya itu bukan hal prinsip, tapi bisa jadi, menurut keluarga si Mas, itu hal prinsip banget. Jdi saran saya, ikuti saja Mbak, kan bagus juga maksudnya. Mbak bisa lebih cepat diterima keluarganya, dan Mbak juga sambil belajar adat jawa, kebiasaan, bagaimana hubungan kekeluargaan di keluarga Mas. Mbak kan akan jadi anggota keluarga, jadi ya wajar kalau Mas mulai mengenalkan bagaimana pola keluarga besar dia. Ikuti aja Mbak, asal masih wajar dan tidak bertentangan dengan prinsip kita..."
"Yang bertentangan misalnya apa?"
"Apa ya, misalnya kalau ada adat yang mengarah ke syirik, ya jangan diikuti..."
"Baik Dokter, saya sudah agak legaan. Sekarang saya mau cabut gigi, geraham atas saya..."
Setelah aktivitas cabut gigi selesai............
"Nanti lagi kalau ada masalah, saya boleh curhat ke Dokter ya...."
Saya mengangguk sambil tersenyum.
"Nggak salah nih? Emangnya gw psikolog?" cuma nyengir dalam hati.

Kamis, 30 Oktober 2008

Percaya

Suatu pagi.....

Aku baru pulang mengantar anak-anak sekolah, ketika dari arah berlawanan aku meliat sebuah sepeda motor mogok. Seorang laki-laki membonceng seorang gadis kecil yang memakai seragam sekolah persis dengan yang dikenakan anakku.

"Balik tidak ya..." kataku dalam hati.

Ya, setidaknya aku bisa merasakan kegundahan anak dan bapak yang motornya sedang mogok itu. Kulihat si bapak berusaha menyeret motor dengan kakinya. Entah apa yang rusak dengan motor itu. Aku juga pernah mengalami kejadian serupa. Bedanya, saat akan mengantar anak sekolah, ban motor kempes di tengah jalan (lebih tepatnya mungkin bocor terkena paku, sehingga ban belakang langsung kempes pes). Tentu saja aku panik, sementara anak2 juga khawatir terlambat sampai sekolah. Alhamdulilah, peristiwa pagi itu bisa kami atasi, motor aku parkir di sebuah SD negeri dan meluncurlah kami naik ojek. Sepulangnya baru kutuntun motor ke bengkel.

Ohya, akhirnya aku memutuskan untuk memutar balik motor. Kuberanikan diri menyapa mereka.

"Assalamu'alaikum, motornya mogok ya... saya antar yuk? Kelas berapa, Dik?" sapaku berusaha seramah mungkin.

Si bapak berhenti dan memandangku tanpa ekspresi. Aku segera mengenalkan diri.

"Saya ibunya Amil, 2 B, saya baru saja mengantar anak sekolah. Saya antar anaknya ya pak, boleh?"

Si bapak tetap tanpa ekspresi, entah bingung entah kaget. Sementara si anak perempuannya langsung turun dari motor bapaknya dan langsung berpindah ke boncengan motorku.

"Pegangan ya sayang..." kataku.

Melihat si bapak tetap tanpa ekspresi, sekali lagi aku megenalkan diri sekaligus minta ijin.

"Bapak, ini anaknya saya antar ya... saya mamanya Amil 2B...Assalamu'alaikum...." kataku sambil bersiap pergi.

Woalah... si bapak itu tetap tanpa ekspresi :)

Sesampai di sekolah, tepat bel tanda masuk berbunyi... alhamdulilah tidak terlambat......

Sepulangnya mengantar anak tadi, aku berpikir.... kok bapak tadi diam saja ya waktu anaknya kubawa... kok dia percaya saja... bagaimana kalau yang membawa anaknya ini orang jahat...
Juga kok anaknya tadi nurut aja... apakah dia kenal sama aku? Atau mungkin sering melihatku hilir mudik di sekolah? Kayaknya kalau kenal, tidak deh... atau mungkin ia dalam keadaan panik, sehingga yang penting anaknya ada yang mengantar...? Entahlah... semua itu masih menyisakan tanya yang belum terjawab...........

Selasa, 28 Oktober 2008

Gadis Beseragam Putih Abu-abu

Suatu pagi aku pergi ke sebuah restoran cepat saji. Aku ingin membeli bekal buat Mas Azzam yang pagi ini ada acara study tour ke Waduk Jatiluhur dan Sentra Keramik Plered. Maklum anak pertama ini agak susah makan (apa? susah makan? hehehe...tidak sesuai dengan badannya yang tumbuh amat sangat subur), kecuali makan masakan rumah. Khawatir catering makan siang tidak cocok, meluncurlah aku restoran cepat saja yang menunya khas banget buat anak-anak, yaitu nasi, ayam, telor dan kentang goreng........

Setelah membayar, segera ku bergegas keluar dari ruangan karena khawatir bus rombongan sudah berangkat. Ketika melewati pintu samping, pandanganku tertumpu pada seorang perempuan yang asyik memainkan asap yang keluar dari bibirnya. Sejenak ku tertegun, dengan pandangan agak norak dan terkaget-kaget aku melihat tangan kanan gadis itu asyik memelintir sebatang rokok yang tengah menyala. Pandangannya kosong dan sikapnya cuek banget. Aku bertambah kaget ketika kutelusuri perempuan itu ternyata (mungkin) masih berstatus pelajar SMA. Hal itu terlihat dari pakaian yang dikenakannya, yaitu seragam putih abu-abu, sepatu kets dan sebuah tas sekolah. Amboi...

Rambut sebahunya yang dibiarkan tergerai tampak kusut. Wajahnya agak kuyu, entah apa yang ada dalam pikirannya... entah apa yang membuat ia sepagi ini (sekitar jam 07.15) malah asyik nongkrong di sini.... bukankah seharusnya ia duduk manis di ruang kelas sambil mengikuti pelajaran? Entahlah........

Aku bergegas dari kenorakanku.......... ups.... Mas Azzam sudah menanti bekal ini. Dalam perjalanan menuju sekolah anakku, bayangan gadis berambut tergerai, asyik memainkan asap rokok itu masih terbayang.

Terbersit sebuah tekad, semoga Allah memberi aku kesempatan menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anakku....... sehingga bila suatu saat mereka menemui masalah dan kebuntuan dalam kehidupannya, ada telinga yang sabar mendengar, ada tangan yang siap membelai dan ada hati yang selalu menerimanya penuh kasih, sehingga ia tak perlu merasa sendiri...dan melarikan diri dalam sepi tak bertepi..........

Selasa, 21 Oktober 2008

Selamat Ulang Tahun, Abi

Selamat Ulang Tahun, Abi

Hari ini, Abi pas berumur 35 tahun
Mau kasih hadiah apa ya?

Apa dong, Mas?

Azzam dan amil tampak berpikir keras....
Apa ya?

Bagaimana kalau flash disk aja?
Gara-garanya sekarang anak-anak lagi seneng mainan yang namanya flash disk

kebetulan di dekat tempat les aja yang jualan flash disk

Akhirnya sepulang les bahasa Inggris, pergilah anak-anak membeli flash disk buat abi

Flash disk berkapasitas 4 GB buat abi
Selamat Ulang tahun, Abi....

Selasa, 14 Oktober 2008

Catatan Mudik

Akhirnya jadi juga mudik...
berhubung masih repot, jadi belum bisa nulis acara mudik di blog ini

selasa, 30 september 2008
berangkat naik kereta dari stasiun gambir

rabu 1
sholat ied di semarang

kamis 2
nengok Mbak Sri, langsung ke jogya, sampai jogya jam 11 malam, nginap di mbak awi

jumat 3
masih di jogya, sholat jumat, ke taman pintar, kids fun dan mataram indah (pemancingan)...st... 2 terakhir tutup

sabtu 4
meluncur dari jogya ke ungaran ada acara keluarga besar sosro yudan atau apa ya...hihihi lupa (mbah tamjis, mbah suradi dan mbah busro... ini dari trah suami)

ahad 5
udah sampai di jakarta lagi

Senin, 22 September 2008

Laskar Pelangi

Rencananya sih kita akan nonton film laskar pelangi...
ya, mumpung anak-anak udah libur sekolah...
tapi, kira-kira pakai acara ngantri karcis gak ya?
masalahnya kalo pakai acara ngantri sampai berdesak-desakan jadi malas lah ya
jadi ingat acara antri-antrian yang berbuah maut...hi...
antri pembagian uang zakat...
antri penukaran uang kecil baru... duh...

Semoga tidak pakai acara antri ya!

Rabu, 17 September 2008

Enak banget, sih

"Enak banget sih, Dik Amil nggak sekolah lagi deh..." seperti biasa si kakak merajuk mengetahui pagi itu adiknya kembali tidak masuk sekolah karena sakit.

"Mas Azzam nggak boleh gitu, kan dik Amil lagi sakit...."

"Huuh, sakit lagi, sakit lagi..."

"Iya kan kasihan dik Amil, Nak, nanti bisa ketinggalan pelajaran. Mas Azzam harus bersyukur karena diberi Allah kesehatan..."

"Tapi kan enak Mi, nggak sekolah.."

"Siapa bilang sakit enak, kemarin dik Amil diambil darahnya, Mas Azzam mau?"

"Nggaklah!"

Duh, si kakak uring-uringan pagi itu. Kebetulan memang si adik kesehatannya sering terganggu, hingga sering tak bisa mengikuti pelajaran di sekolah alias belajar di rumah alias ijin. Beratnya juga cuma 19-21 kilogram, tergantung kapan nimbangnya. Memang nih anak agak susah makan. Kemarin habis sakit amandel eh sekarang terkena parotitis alias gondongan. jadi supaya tidak menulari teman-temannya, si Amil harus dikurung di rumah. Sebenarnya anaknya sendiri masih cukup lincah dan pecicilan, beda saat sakit amandel sebelumnya. Ia hanya bisa tergolek di tempat tidur.

Beberapa hari kemudian

"Ya, udah Mi, dik Amil nggak papa kok nggak masuk sekolah..." kata si kakak tersenyum manis.

Wah tumben, ada apa nih?

"Dik Amil biar sembuh dulu, istirahat saja di rumah. Sekarang kan lagi puasa, jadi pertahanan tubuh teman-temannya kan kurang bagus. Kata umi penyakit karena virus mudah menular kan..." masih dengan senyum manisnya si kakak menerangkan mengapa adiknya pagi itu belum bisa berangkat sekolah. Wah si kakak tampak dewasa dan bijaksana. Tetap semangat berangkat ke sekolah sendirian, tak ada rasa iri lagi.

Memang, setelah adanya perjanjian tak tertulis, setiap adiknya sakit dan tidak masuk sekolah, si kakak tidak pernah uring-uringan lagi dan tetap semangat meski berangkat sendirian. Mau tahu isi perjanjiannya?

"Selama dik Amil sakit, uang saku dik Amil akan jatuh ke tangan Mas Azzam."

Hehehehe...

Sabtu, 13 September 2008

Aduh, jangan injak kakiku

Saat mengantar anak-anak tidur, saat kruwelan di kamar tidur

"Emang, kakinya kenapa sih Dik?" tanyaku pada si kecil.

"Diinjak sama Rahma, Mi..."

"Diinjak?"

"Ya."

"Masak sih diinjak saja sampai berdarah? Emang Rahma itu laki-laki atau perempuan?"

"Rahma ituerempuan. Dia kan lagi loncat terus menginjak kakiku."

"O, jadi Rahma loncat terus nginjak kaki dik Amil ya. Sakit nggak?"

"Ya sakit dong."

"Dik Amil menangis?"

"Enggaklah, aku tahan..." kata si kecil sambil menirukan mulutnya sedang meringis. Aku tak dapat menahan tawa.

"Berarti Rahma nggak sengaja dong?"

"Ya sengaja lah..."

"Bu Guru tahu nggak?"

"Ya tahu, Mi..."

"Terus Rahma dimarahi tidak?"

"Enggak."

"Dik Amil marah nggak sama Rahma"

"Ya marahlah."

"Dik Amil marahi Rahma nggak?"

"Nggaklah. Malas, ntar nangis, ngadu sama guru."

"Dik Amil balas nginjak Rahma nggak?"

"Nggaklah, malas, ntar nangis, ngadu sama guru. Cengeng, males ah..."

"O... terus diobati sama siapa? Bu Isti atau Bu Dini?"

"Bu Dini. Aku disuruh wudhu dulu, terus dioles betadin terus di hansaplast."

"Bu Dini baik ya, udah bilang makasih belum?"

"Hm... eh kan Mas azzam pernah dikatain gendut tuh sama si Fakhri."

"Emang kan Mas Azzam gendut. Ngatainnya dimana ? Di sekolah atau di ILP?"

"Di sekolah Mi, biar aja nanti dosa Mas Azzam diambil Fakhri, nah pahala Fakhri jadi punya Mas Azzam..."

"O, emang begitu ya?"

"Ya, iya begitu Mi..... kalau ada teman ngeledek kita, enak Mi... dosa kita ditanggung sama dia..."

"O... jadi dik Amil jangan suka ngatain teman ya, repot, ntar dosa temannya ditanggung dik Amil deh...."

"Terus pahala kita juga bisa diambil sama dia Mi..."

"Dik Amil udah tahu ya..."

Sabtu, 06 September 2008

BERJALAN DI AIR


Ini adalah pengalaman Mas Azzam dan Dik Amil ketika berjalan di atas air.
Wow... dikiranya berjalan beneran... ternyata kedua anak dimasukkan ke dalam balon raksasa lalu ditiup memakai selang besar untuk mengisi udara...wush...
Lalu balon dikunci dan diapungkan ke dalam air...
Ayo mulai berjalan... gampang atau sulit ya?
Wow.. ternyata sulit juga ya...
Lihat Mas azzam dan Dik Amil terjatuh-jatuh saat akan berdiri...
Ayo berusaha lagi ya!

Jumat, 05 September 2008

TULISAN MAS AZZAM

HALO!

HARI INI AKU PUASA PENUH(BELUM DAPET HADIAH).
OH YA AKU PUNYA RESEP TELUR LEZAT!

-2 BUTIR TELUR AYAM
-3 SENDOK MAKAN TEPUNG BUMBU APA SAJA

CARA MEMBUAT=
1.TEPUNG BUMBU DIMASUKAN KEDALAM TELUR KEMUDIAN DIKOCOK PAKAI GARPU BERSAMA SAMA
2.PANAS KAN WAJAN DADAR YANG SUDAH DIBERI SEDIKIT MINYAK GORENG.
TUANG ADONAN TELUR,GORENG TELURNYA HINGGA MATANG
3.DADAR SIAP DIHIDANG KAN


KOMENTAR AZZAM =
HEM!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!TELUR INI SANGAT LEZAT!
SANGAT COCOK UNTUK SAHUR/BERBUKA PUASA!

DIK AMIL SAKIT

Kamis pagi (4-9-08)

"Dik Amil bangun sayang, sahur yuk..."

"Hm...dik Amil lehernya sakit Mi..."

"Ya udah, minum aja dulu...ini ada teh hangat. Atau mau minum susu?"

"Air putih aja Mi..."

Kamis, 04 September 2008

GAS HABIS

Klek, klek, klek, klek

Bunyi apa ya?

Antara sadar dan tidak sadar aku mendengar suara "klek klek" dari bawah. Saat itu aku sedang tidur di atas bersama anak-anak sambil menunggu datangnya waktu sahur.

Segera aku bangun dan turun ke bawah.

"Ada apa Mbak? Gas nya habis ya?" tanyaku pada si mbak yang sedang berusaha menyalakan kompor.

"Iya Mi, dari tadi tidak bisa," jawab si Mbak.

Aku lalu mencoba menyalakan kompor gas. Sekali, dua kali. Sia-sia. Kompor tak juga mau menyala. Lalu aku periksa tabung gas di bawah kompor. Aku gerak-gerakkan, berharap ada sisa gas mengalir. Tak juga membawa hasil.

Waduh, bagaimana ini? Reflek aku buka tudung saji di meja makan. Ada beberapa lauk sisa buka puasa. Dingin. Duh, bagaimana ini, kasihan besok yang puasa, masak dikasih lauk dingin?

Untuk nasi dan air panas tak masalah, tapi lauknya?

Tiba-tiba aku menyesal, kenapa tak jua menyiapkan kompor listrik. Atau tabung gas pengganti. Untuk tabung gas pengganti mungkin masuk ke urutan sekian, karena aku tak berani memindahkan selang gas sendiri. Sedang untuk membeli kompor listrik aku masih suka menunda, takut bahaya (ih.... ndeso banget ya?)

Jadi mesti bagaimana ini?

Ayo berpikir!!!

Hap! Aku ingat ada warung padang langganan yang pernah kutanya buka sampai sahur. Ok, aku segera menyiapkan diri ke sana. Tapi, hiii...malam-malam begini? Jarum jam saat itu menunjukkan pukul 3 pagi. Duh bagaimana ya...

"Mbak yuk pergi berdua beli makanan di warung padang aja, yuk..." ajakku pada si Mbak, lumayan kan kalau berdua.

Begitu mengeluarkan motor, aku berubah pikiran.

"Aku sendiri aja deh Mbak. Mbak nyiapin air minum aja ya...sambil kupas buahnya..." kataku pada si Mbak. pikirku saat itu kalau kami pergi berdua, takut kelamaan dan takiu belum sempat menyiapkan minuman hangat.

Akhirnya...bismilah...aku meluncur ke jalan raya.

Masih di jalanan komplek, ternyata banyak sekali warteg yang buka. Wah aku surprise banget. Aku segera mampir ke warteg langganan.

Segera aku pesan beberapa lauk-pauk.

"Hm...Bu, maaf elpiji saya lagi habis, boleh tidak numpang goreng nugget buat anak saya?" tanyaku hati-hati saat membayar.

"Nanti bayar berapa gitu deh Bu..." kataku memohon kemurahan hati si Ibu empunya warung.

"Udah bawa aja ke sini, Mbak..." kata si ibu ramah.

"Terima kasih Bu..."jawabku sambil pulang. Alhamdulillah, akhirnya ada nugget hangat buat si kakak buat makan sahur.

Sampai di rumah aku segera membawa nugget untuk numpang digoreng di warteg. Si Mbak ikut senang karena sempat khawatir tidak ada lauk buat si kakak.

Ketika aku kembali ke warteg, setelah nugget digoreng ternyata si ibu tidak mau dibayar.

"Ini buat Ibu," kataku sambil menyelipkan sejumlah uang.

"Jangan ditolak Bu, saya sangat berterima kasih sudah ngrepoti Ibu. Sekarang apa-apa kan mahal Bu, makasih ya Bu," kataku sambil beranjak pulang.

Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah untuk kebaikan Ibu itu pada kami, sehingga pagi itu kami bisa makan sahur, atas karunia-Mu.

Senin, 01 September 2008

Suka Pisang


Ayo...siapa mau pisang...!!
Manis, enak...ditanggung gratis lagi...hehehe bebas ambil, asal dimakan

Bukan Preman


Jangan takut... ini bukan adegan preman di terminal... hehehe
Maaf untuk seorang sahabat yang ada di foto
Sekedar untuk mengingatkan kita, bahwa sering kita menilai seseorang dari penampilannya, penampakannya. Padahal tak selalu.
Pun teman saya ini. Pertama melihatnya pasti akan muncul rasa takut. Tapi begitu mengenalnya, dia adalah seorang sahabat yang berhati baik dan lembut (mohon jangan GR ya...hehehe)
Jadi, mungkin ada baiknya kalau kita tidak melihat seseorang hanya dari penampilannya... pun semoga penampilan seseorang jangan sampai mengecoh kita.....

Proll Tape

(foto menyusul ya...)

Pagi itu ada acara tahsin di rumah. Acara yang rutin diadakan sepekan sekali, tepatnya tiap hari selasa pagi. Melihat ada abang tape lewat, aku beli...dan jadilah 'kue proll tape semaumu' ...hehehe

Maksudnya 'semaumu' adalah sudah menjadi rahasia umum kalau aku bikin kue itu resepnya adalah semaumu... artinya ya semaumu...jarang pakai timbangan, kecuali untuk kue-kue tertentu yang memang ukurannya harus tepat.

Untuk kue-kue yang biasa-biasa saja, ukurannya adalah 'perasaan'...hehehe

Bahan :

Tape singkong 2 kg
2 kuning telor dan 3 putih telor
1 kuning telor untuk olesan atas
Mentega dicairkan (secukupnya, kira-kira 100 gram)
Susu putih bubuk (secukupnya, dikira-kira saja)
Gula pasir (semaunya, mau semanis apa, juga tergantung tapenya, kalau tapenya sudah manis tidak perlu banyak-banyak)
Tepung terigu (dikira-kira saja, sekitar 100 gram)
Tepung maizena (juga dikira-kira sekitar 50 gram)
Krju parut untuk taburan (bila suka)

Cara membuat:

Tape dibuang sumbunya dan dihancurkan. masukkan telor, mentega cair, tepung terigu, tepung maizena, susu bubuk, gula, lalu aduk sampai rata.
Ambil cetakan yang sudah dioles mentega.
Masukkan adonan dan olesi atasnya dengan kuning telor. Panggang sampai matang.

Mudah kan?

No Cookies

"Lebaran tahun ini kita nggak bikin kue" pengumumanku pagi itu disambut biasa-biasa saja oleh anak-anak.

"Kenapa, Mi?" tanya si kakak.

"Lebih baik waktunya dipakai ibadah saja, Sayang. Lagian kan si Mbak tanggal 20 sudah pulang kampung. Belum lagi nanti kan kita juga mau mudik, tenaganya harus dijaga..." begitu penjelasanku panjang lebar pada anak-anak. Semoga anak-anak bisa mengerti.

Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, membuat kue kering sudah merupakan tradisi yang sulit kutinggalkan. Sejak aku masih SD aku sudah terbiasa membuat kue lebaran. Macam-macam kue kami buat. Ada nastar, kastengel, putri salju, lidah kucing, coklat chips, kue strawberry (kuenya nenek dito-seperti di iklan waktu itu), cheese stick, kacang telor, kacang bawang, atau menggoreng kacang mede. Itu adalah jenis camilan yang selalu nyaris ada.

Apalagi saat anak-anak masih kecil. Dengan suka cita mereka akan membantu membentuk kue. Lebih tepatnya main-main. tapi kubiarkan saja. Anak-anak sangat senang mencetak kue dengan aneka bentuk, menabur coklat, keju atau mengoles kuning telor. Hal yang paling menyenangkan adalah saat menunggu kue keluar dari oven. Kue yang paling disenangi anak-anak adalah kue lidah kucing. Begitu keluar dari oven langsung deh habis diserbu anak-anak. Aku hanya tertawa saja. Bahkan mereka sampai rebutan. Karena biasanya aku membuat kue pada malam hari sehabis tarawih, atau pagi hari selepas sahur. Kadang sampai siang juga bila aku membuat adonannya banyak.

Membuat kue sebenarnya merupakan keasyikan tersendiri. Aku tahu mungkin rasa dan bentuk kue buatanku tak sebagus dan seenak kue yang dijual bakery. Tetapi alhamdulillah kue itu selalu habis ludes. Tentu saja karena kue-kue itu segera melalui jalur distribusi begitu selesai dikemas. Maksudnya aku akan segera bagi-bagi kue itu ke tetangga dan saudara. Dan biasanya mereka akan tercengang setelah tahu bahwa kue itu adalah buatanku sendiri.

"Bikin sendiri, Mbak? Kok masih sempat sih?" begitu rata-rata komentar mereka.

Iya sih kok masih sempat ya, kadang aku juga berpikiran begitu. Bukannya waktunya mending untuk kegiatan lain yang lebih bermanfaat ya.

Jadi lebaran tahun ini aku tidak membuat kue, tapi beli seperlunya saja. Sempat kaget juga melihat harga kue kering yang selangit. Ada yang 40 ribu, bahkan ada yang 60 ribu satu toplesnya. Juga kue lapis legit yang aku baca di majalah harganya per loyang sampai 530 ribu! Ampyun deh....mahal sekalee...!

Sabtu, 30 Agustus 2008

Ramadhan

Bisa mengantar dan menemani anak-anak tidur adalah sebuah kemewahan bagiku. Karena setiap malam hari, dari Senin sampai Sabtu aku harus “menunggu warung kecilku”. Malam itu kebetulan aku sedang di rumah, jadi saat-saat bersama anak-anak kumanfaatkan sebaik-baiknya.

Tibalah saat menjelang tidur. Setelah masing-masing mengambil posisi strategis di tempat tidur, mulailah ritual dimulai. Yap, bercerita, ngobrol dan berdoa.

Sambil menunggu kantuk datang, iseng aku bertanya pada anak-anak.

“Oya, sebentar lagi kan puasa Ramadhan. Mas Azzam senang tidak kalau lagi bulan Ramadhan?” tanyaku pada si kakak.

“Ya senang lah, Mi,” jawab kakak spontan.

“Kalau dik Amil, senang nggak kalau pas bulan Ramadhan?”

“Ya senang, Mi,” jawab si adik.

“Emang kenapa kok senang?” tanyaku ingin tahu jawaban anak-anak.

“Ya kan pas bulan Ramadhan banyak makanan,” jawab si kakak.

“Makanan?” tanyaku tak paham. Wah berarti kalau tidak Ramadhan tidak banyak makanan dong, pikirku.

“Iyalah Mi, kita senang karena banyak makanan. Iya kan, Mas,” si adik menambahi dengan semangat.

“Makanan di mana? Di rumah atau di masjid?”

Aku ingat karena dik Amil kalau sholat maghrib di masjid saat Ramadhan sering membawa pulang kue takjil. Meskipun kue itu toh akhirnya tak dimakan, tetap saja dia bawa pulang. Pernah aku tanya, kenapa ambil kue tapi tak dimakan. Dia bilang, katanya kue itu untuk umi. Woalah nak, ceritanya oleh-oleh to.

“Bukan makanan di masjid, Mi. Tapi di lapangan. Ya kan Dik?” kata si kakak minta penegasan dari si adik.

"Lho? Kok di lapangan?"

“Iya, Mi. Itu lho banyak abang-abang jualan makanan kalau pas sholat tarawih. Jadi kan kita bisa beli-beli…” tambah si adik.

“O…” si umi baru ngeh. Depan masjid di komplek kami memang ada lapangan cukup luas. Dan setiap malam Ramadhan selalu ramai oleh aneka pedagang. Tapi selain pedagang makanan, mainan dan pakaian, tak jarang pasar malam kagetan itu digunakan remaja-remaja untuk cangkruk atau sekedar ngobrol dengan rekan-rekannya.

Sebuah pemandangan yang ironis, karena tak jarang kemaksiatan dilakukan secara terbuka oleh mereka yang dilanda asmara.

Ok, kembali ke percakapan kami.

“Kalau lebaran, seneng nggak?”

“Ya senang dong, Mi.”

“Kenapa?”

“Ya kan ini…” jawab si kakak sambil tangannya memainkan ibu jari dan telunjuk sambil diusap-usap.

“Maksudnya apa, Mas?” tanyaku tak paham.

“Itu uang, Mi…” jawab si adik.

Oalah, aku baru ngeh. Memang kalau lebaran anak-anak akan berhasil mengumpulkan uang cukup banyak. Entah dari saudara atau tetangga.

Aku tersenyum. Biarlah, yang penting anak-anak senang dulu dengan kedatangan bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Seiring dengan bertambahnya usia, aku percaya, pada akhirnya akan bertambah pemahaman mereka. Bahwa Ramadhan dan Idul Fitri lebih dari apa yang mereka senangkan saat ini.

Jumat, 29 Agustus 2008

36 Tahun

Kamis, 28-08-2008

Yap! Aku genap berusia 36 tahun (udah tua ya...:D)
(Karena kamis repot banget, jadi baru sempat nulis sekarang...ssstt...kemarin aku jalan-jalan ke tanah abang, belanja persiapan hadiah lebaran...tulisan tentang itu nyusul aja ya!)

Harapanku sederhana saja, semoga hari esok lebih baik

Amin

Minggu, 24 Agustus 2008

NANTI TERLAMBAT



Ini adalah foto sekolah dik Amil dan Mas Azzam....
Foto diambil pagi hari saat umi antar anak-anak sekolah
Mas Azzam mana ya?
*****
“Ayo mandi Sayang, supaya tidak terlambat…” kataku berusaha selembut mungkin (dalam hati sih pinginnya sambil teriak...hehehe).

Seperti biasa aku harus berjuang setiap pagi untuk membangunkan dan memandikan anak-anak. Saat dimana kesabaranku sebagai seorang ibu 2 putra sungguh-sungguh diuji (banyak tidak lulusnya karena aku lebih sering tidak sabaran, marah-marah dan berteriak-teriak kalau anak-anak susah dibangunkan).

Pelan-pelan justru si kakak yang mengingatkan kalau uminya sudah mulai 'tegangan tinggi'

Si kakak suka memperhatikan dan mengkomplain kata-kataku

Seperti misalnya kalau aku berkata,

"Ayo mandi nanti terlambat lho" atau "Ayo belajar, nanti tidak naik kelas lho"

Setelah anakku yang besar protes

“Umi jangan bilang begitu dong, itu kan sama saja umi ngedoain kita untuk terlambat dan tidak naik kelas… “

Akhirnya… aku coba ganti, misalnya

“Ayo mandi supaya nanti tidak terlambat"

"Ayo belajar, supaya nanti naik kelas"

"Ayo sholat supaya disayang Allah"

"Ayo kumonnya dikerjain, supaya kalian pandai berhitung"

Ternyata kalimat bernuansa positif terbukti lebih efektif dan memompa semangat anak-anak…

Dulu aku sering mengatakan

“Ayo PR nya dikerjakan tidak…ntar kalo tidak mau mengerjakan PR, burung parkitnya Umi lepasin deh…”

Atau

“Ayo makannya dihabisin, ntar kalo nggak habis, Umi nggak mau beliin mainan lagi deh….”

Woalah…betapa!

Betapa dulu kalimat yang kutujukan kepada anak-anak selalu penuh ancaman dan ancaman…. Meski semua itu kulakukan demi kebaikan mereka, meski semua itu kulakukan atas nama cinta….

Ternyata aku salah. Jika aku mengaku mencintai anak-anakku, tentu aku tidak boleh mengancam mereka. Tidak boleh membuat mereka berpikir (dengan pola pikirnya yang masih kanak-kanak) bahwa mencintai artinya sama dengan memberi banyak ancaman (karena sering kukatakan bahwa aku mencintai mereka, tapi nyatanya, kehadiranku justru tidak memberikan ketenangan pada mereka).

Kini aku coba belajar mengubah pola komunikasi itu… agar pesan yang ingin kusampaikan tidak bias…

Agar anak-anak dengan kepolosannya tidak salah tangkap, tidak salah mengerti

Maafkan kesalahan Bunda selama ini ya, Nak... dalam mendidikmu, ternyata Bunda harus lebih banyak belajar dan belajar....

ANAK GANTENG


“Aku tidak mau dipanggil anak ganteng,” kata Dik Amil pagi itu, dengan mata yang masih setengah tertutup. Ketika aku membujuknya bangun dengan sebutan ‘anak ganteng’.

“Umi, aku gak mau dipanggil anak ganteng…” rajuknya.

Hahh? Kenapa? Bukannya setiap laki-laki senang dibilang ganteng?

“Aku mau jadi anak jelek aja…”

Aduh nih anak ada-ada aja. Masih mimpi kali ya….

“Ganteng itu kan artinya gelandangan tengik, Mi…” kata si kakak sambil membungkus tubuhnya dengan handuk, baru keluar dari kamar mandi. Rupanya dia mendengar percakapan kami. Ada-ada saja.

Tiba-tiba aku ingin tahu lebih lanjut, "Emang gelandangan itu apa sih? Mas Azzam tahu?"

"Gelandangan itu anak-anak yang ada di jalan, tidak punya rumah, diambil sama bos-bos...."jawab si kakak spontan.


"Iya Mi, yang ngamen di jalan-jalan itu lho," timpal si adik tak mau kalah.

"Kalian tahu dari mana?"

"Kan ada Mi, di TV"

"O... kalau tengik, artinya apa?"

"Tengik itu jorok, bau..." jawab mereka hampir serempak.

"O, jadi ganteng itu gelandangan tengik ya..." ulangku, pantesan si adik sekarang tidak mau dipanggil 'anak ganteng'.

“Kalau jelek?” tanyaku penasaran.

"Umi mau tahu?" tanya si adik khas banget.

“Jelas keren…hehehe” jawab si kakak sambil tertawa lebar.

Aku tersenyum, ada-ada saja anak-anak ini.

“Tapi kalau Mas Azzam ganteng, lain lagi Mi…” si adik tak mau kalah.

“Apa dong?” tanyaku penasaran.

“Gajah tenggelem…hehehe” berdua kompak menjawab sambil tertawa lebar, tubuh si kakak memang ekstra jumbo.

Sukses deh pagi itu anak-anak ngerjain uminya ^-^

Catatan :
Sebenarnya pagi itu umi juga sukses bangunin anak-anak :p

(Jurus umi membangunkan anak-anak adalah dengan mengajaknya bercakap-cakap untuk menarik perhatian, kalau jurus bangunin abi? Tentu lain lagi... :D)

Jumat, 08 Agustus 2008

Bunga di halaman







Hm... kali ini aku ingin menulis tentang bunga-bunga dan tanaman apa aja yang ada di halaman rumahku saat ini. Kenapa saat ini? Ya... karena mungkin saja besok ada yang mati...hehehe atau siapa tahu lusa ada yang memberiku tanaman bunga :)

Ok, foto-foto menyusul ya...
Yang pertama adalah melati. Dulu akubeli dalam pot, tapi kurang berkembang baik, mungkin karena media tanahnya terbatas jadi tiodak bisa tumbuh besar. Begitu aku pindah ke media tanah dan dibuatkan rambatan, alhamdulilah melatku tumbuh subur. Apalagi ia juga mendapat sinar matahari yang cukup. Pasti senang melihatnya, apalagi sekarang lagi banyak kuncupnya...hm harum banget deh!

Lalu ada beberapa pot bunga anggrek. Wah, cantik banget loh bunganya. Padahal daunnya serupa, tapi warna-warna dan bentuk bunganya berbeda. Ada yang merah, ungu, kuning, hijau, putih... seneng banget melihatnya. Pun gampang merawatnya (eh, aku lagi belajar merawat anggrek...pupuknya apa dll aku belum begitu paham)

Lalu ada bunga bungenvile dua warna (merah dan orange) yang tak lelah berbunga. Tak berhenti, bila bunganya rontokmaka dari sela-sela batang akan muncul bunga baru yang segar dan indah. warnanya ngejreng lagi. Bunganya juga awet...plus gampang banget merawatnya. Cukup ditambah kompos, sidiram dan kena cukup sinar matahari. Dijamin akan bersinar eh berbunga sepanjang tahun... hebat nian bunga bungenvile ini (siapa dulu dong penciptanya...:p)

Ada juga bunga wijaya kusuma (seangkatan nani wijaya...hehehe...namanya itu lho, jadul banget ya). Biarpun bunga jadul, tapi wijaya kusuma mini (soalnya ada yang jenis giant)bungaku ini rajin berbunga...walaupun mekarnya cuma beberapa jam...padahal nunggunya lama banget...mekarnya tuh harusnya -katanya- tepat jam 12 malam. Tapi menurut pemantauanku, bunga ini sekitar jam 11-an udah mulai mekar dan menebarkan harum yang khas dan uenak...bangets deh...
sayangnya begitu pagi tiba, aromanya yang harum langsung hilang tak bersisa, begitu juga mekarnya langsung menutup lagi...duh sedih deh...:(
Makanya kalo dia mekar dan aku pas ada waktu, langsung abis deh dijepret-jepret...eh, ada yang jual parfum wangi wijaya kusuma gak ya... wanginya itu lembut, perpaduan melati, sedap malam dan mawar...nah lho...piye ki...:p

Yang lain ada palem ekor tupai, bunga ulat merah, paku-pakuan, rumput air, tanaman air -ora ngerti jenenge-, kamboja jepang, lidah mertua (ada2 aja namanya pakai bawa2 mertua), beras tumpah, pohon jati belanda, jambu air yang lagi berbuah, cemara, dan banyak lagi aku tidak tahu namanya.

Waduh wis bengi...sleep dulu ya...

Kamis, 07 Agustus 2008

Emping

Hari ini, pulang antar anak2 sekolah, aku mampir dulu ke pasar bintaro. Rencananya sih ingin beli tas tempat makan anak2. Tapi setelah keliling2, ternyata tidak ada tas yang dicari... ya, akhirnya aku muter2 aja sambil liat2 barangkali ada yang mau dibeli.

Aku ingat, udah tidak punya keju, akhirnya aku beli keju cedhar. Lalu sambil liat2 eh akhirnya mataku melihat tumpukan emping melinjo. Tiba2 aku ingat masa kecilku dulu. Tempat nenekku di desa Bandar - Magetan adalah daerah penghasil emping melinjo. Banyak warga desa bekerja menjadi perajin emping. Biasanya sehabis panen melinjo, nenek memberikan emping itu kepada tetangganya untuk diolah menjadi emping. Entah bagaimana perhitungannya aku tidak pernah tanya. Yang pasti, jajanan emping goreng yang renyah dan berasa khas itu selalu ada di meja tamu. Apalagi kalau pas lebaran. Makanan yang wajib ada bila kami keliling ke tetangga adalah, emping, madu mongso dan wajik. Kadang2 ada jadah (di jakarta namanya uli) atau jenang (dodol).

Emping dulu bagiku adalah makanan yang harganya mahal. Kami jarang beli. Selain mahal, juga karena nenekku sering membawakan emping sebagai oleh-oleh.

"Emping sekilonya berapa?" tanyaku.

"Dua puluh ribu," jawab penjualnya.

"Boleh deh, setengah kilo aja."

Aku segera memilih emping untuk ditimbang. Baru kusadari emping itu sangat ringan. Setengah kilo dapat banyak sekali, hampir setengah tas kresek.

Emping selalu mengingatkanku pada sebuah desa yang asri. Seorang perempuan tua yang tetap semangat mengelola penggilingan padi. Yang selalu tersenyum cerah saat kami -cucunya- datang menjenguknya.

Emping selalu mengingatkanku pada sebuah rumah yang berhalaman amat luas. halaman yang dipenuhi oleh pohon buah-buahan. Ada buah mangga, jambu bangkok, jeruk bali dan lain-lain.

Emping selalu mengingatkanku pada sebuah rumah yang menyatu dengan kandang. Dimana ayam, itik, angsa, kambing dan bahkan sapi bebas berkeliaran.

mengingatkan aku pada dinginnya air sungai yang dialirkan ke rumah-rumah warga memakai sebatang bambu. Mengingatkanku pada sebuah dapur berkayu bakar. Mengingatkanku pada sepasang sorot mata penuh cinta. Mengingatkanku pada banyak hal... Mengingatkan aku tentang siapa diriku, dari mana aku dilahirkan...

Mengingatkan aku pada sebuah kerinduan yang tak akan pernah hilang. Kerinduan pada orang-orang tercinta yang kini telah pergi selamanya...yang membawaku pada....... muara air mata cinta..........

Senin, 21 Juli 2008

Aku Sakit

Sudah beberapa hari ini aku merasakan nyeri di perut bagian bawah. Terasa amat nyeri dan ngilu bila berjalan atau naik motor di aspal yang tidak rata atau bila lewat makadam.

Aku belum periksa ke dokter dan juga belum ke lab. Aku berharap itu hanya infeksi biasa. Nyeri yang pernah kurasakan bertahun-tahun lalu sebelum menikah. Dismenorhoe, begitu istilah kedokterannya. Sakit itu mulai datang sejak SMP dan rajin mengunjungiku pada saat-saat tertentu. Tapi setelah menikah, sakit itu hilang dan kini baru muncul lagi. Dengan gejala yang nyaris sama. Kira-kira apa ya? Yang pasti bukan dismenorhoe, meski datangnya bersamaan dengan saat-saat tertentu itu. Tumor, kista, kanker...hiii...mudah-mudahan bukan. Semoga hanya infeksi biasa...semoga cepat sembuh. Aku tetap belum ke dokter, padahal bagiku hal ini cukup menyiksa dan mengganggu aktivitasku... Doakan semoga cepat sembuh ya... Amin

Tahun Ajaran Baru

Lama sekali aku tidak menulis di sini ya. Lebih dari sebulan. Lama juga tidak membuka komputer dan internet. Wah...ada apa gerangan?

Ya, apalagi kalo bukan karena liburan dan tahun ajaran baru. Dua-duanya sama-sama menyibukkan. Liburan adalah waktunya refreshing, menuruti keinginan anak-anak bermain. Sebuah permintaan sederhana, sesuatu yang terasa mewah saat kesibukan kembali menyapa. Jadi mumpung libur dan anak-anak di rumah, aku gunakan waktu sebaik-baiknya untuk bersama mereka.

Yang kedua adalah tahu ajaran baru. Setelah aktivitas liburan berakhir, tibalah tahun ajaran baru dengan segala pernak-perniknya. Azzam naik kelas 4, sedang Amil naik kelas 2. Tak terasa anak-anak sekarang sudah besar. Terbayang saat mereka masih bayi dulu, eh tahu-tahu sekarang sudah besar. Azzam bahkan bilang liburan semester 1 kelas 4 nanti mau disunat. Ternyata anakku sudah besar...

Ok, kembali ke tahun ajaran baru... rutinitas segera dimulai. Membeli buku tulis dan menyampulinya dengan sampul coklat polos dan plastik. Sempat terpikir juga, kenapa tidak ada pabrik kertas atau buku tulis yang menggunakan sampul buku dengan motif kertas lurik coklat dan bukannya dengan gambar-gambar yang beraneka ragam, kalo toh akhirnya disampul coklat juga. Jadi gak nambah-nambahin kerjaannya, hemat kertas (yang berarti juga hemat bahan baku kertas-jadi ingat berapa pohon yang udah ditebang buat bikin kertas...makanya kertas harus dihemat ya)... entahlah enggak kepikir atau memang sengaja biar kita belinya juga banyak...

Setelah sampul menyampul yang bikin tangan pegel (tapi puas karena lihat hasilnya yang rapi) kesibukan menunggu adalah mendampingi anak-anak saat MOS (masa orientasi sekolah)...bukan memdampingi di sekolah tapi mendampingi di rumah karena biasanya saat MOS anak-anak disuruh bawa perlengkapan macam-macam...

Lalu sosialisasi tahun ajaran baru... yang ini ortu wajib ikut, karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya di tangan guru di sekolah... Ortu juga harus mendukung, jadi akan terbina kerja sama yang baik antara pihak sekolah dan ortu yang ujung-ujungnya juga untuk kebaikan anak kita...

Untung aja buku paket udah disiapkan sekolah, jadi gak perlu hunting lagi... cukup kasih nama dan nyampuli biar rapi dan bersih...

Udah ada pertemuan antara orang tua dan guru, udah ada sosialisasi pendidikan dan kalender sealama satu semester... sekarang tinggal menjalani dengan baik...
Membiasakan anak-anak bangun pagi dan bertanggung jawab...

Memantau anak-anak sekolah dan berkegiatan...

Selamat belajar anak-anakku
Semoga kalian bisa melalui masa ini dengan lancar
Kadang kasihan juga lihat anak-anak sekolah sampai siang (Azzam jam 3, Amil jam 2), lalu pulang sekolah mereka masih harus les kumon dan ILP, sorenya ada les ngaji (sepekan 2 kali). Semoga kalian dapat melalui ini semua ya Nak....

Karena Bunda hanya ingin memberi kalian bekal iman dan pendidikan yang baik... itu saja...

Kamis, 19 Juni 2008

Sebuah sisi poligami

"Kasihan ya jd mbokwek, sdh seharian kerja , ngurusin anak sendiri, malam tidur sendiri, sementara suami bermesraan dengan madunya... apa sih resepnya bisa sabar n ikhlas?"
(20 juni 2008, 04:49:54)

"Pantesan skrg suaminya pean kok kelihatan santai sekali merangkul istri mudanya di tempat umum begitu juga istri keduanya, rupanya udah ada lampu hijau dari pean to..."
(20 juni 2008, 04:50:39)

Kubuka pagi ini dengan dua buah sms dari Kiara (bukan nama sebenarnya) sahabat karibku sejak kecil. Meski kami terpisah jarak, tapi hubungan kami masih dekat dengan cara ber-sms atau aku akan menjemput Kiara untuk mampir ke rumah saat dia ada acara di Jakarta.

Ini bukan sms yang pertama, ada berpuluh-puluh sms yang telah ia kirimkan padaku. Tentang keresahan, tentang kemarahan, ketakberdayaan, luka, sakit hati, perih yang mengiris ulu hati...ketakutan, kepasrahan dan mungkin keputus asaan. Entahlah. Aku sering tak mengerti dan bagiku kadang semua serasa di luar logikaku. Selama ini mungkin aku terlalu berpikir simpel dan sederhana. Ternyata kehidupan begitu rumit.

Menanggapai sms Kiara, yang dapat kulakukan hanyalah menguatkan hatinya. Karena ada hal-hal yang di luar kendali kita, sekuat apapun kita berusaha, kita tak bakal bisa mengubahnya. Dan bila kita tetap keukeuh, maka itu hanya sebuah usaha yang kontraproduktif, sia-sia, aku lebih suka menggunakan istilah menghabiskan energi positif. Tak ada gunanya, justru kita yang akan rugi. Terlalu mahal harga yang harus dibayar. Terlalu sayang waktu yang sangat berharga untuk -sekadar- memikirkan atau mengurusi hal-hal seperti itu. Terlalu sayang pulsa kita keluar untuk membalas sms sampah seperti itu.

Jadi kalau aku jadi Kiara, aku akan segera men-delete sms sampah itu dan segera aku bersihkan hati dan pikiran, gunakan waktu yang sangat berharga untuk memikirkan dan merencanakan hal-hal yang jauh lebih berguna. Ok, aku bisa berkata begini -mungkin- karena jiwa, pikiran, perasaanku sedang stabil, sedang Kiara saat ini?

Kucoba merenung dan memutar kembali perjalanan hidup Kiara di otakku. Kiara yang cantik, adalah temanku sejak SMA. Aku pertama bertemu dengannya saat kelas 1 SMA. Dia gadis yang periang, lincah, rame, ceplas-ceplos dan amat supel. Tidak sulit berkawan dengan Kiara, karena ia apa adanya dan baik hati. Saat kuliah, kebetulan aku cukup dekat dan bisa melihat apa yang terjadi dalam kesehariannya. Kebetulan kami kuliah di kampus yang sama, meski beda fakultas. Pendeknya kami selalu bersama dalam suka duka.

bersambung ya...karena aku hari ini harus bersiap-siap mengambil rapor 2 buah hatiku... peace :)

Ok, aku lanjutkan lagi ya...

Karena kesibukan masing-masing, lama kami tak bertukar kabar. Aku sibuk melahirkan, mengurus suami dan anak, serta pontang-panting mengurus klinik baru, sementara Kiara pun mungkin dengan kesibukan yang nyaris sama. Sampai suatu ketika ia berkirim sms padamu, dan entah kenapa siang itu hatiku merasa sangat tak nyaman. Lalu aku balas smsnya, apa yang terjadi padamu, kenapa aku merasa begitu khawatir?

Dan mengalirlah cerita itu, cukup membuatku tercengang. Suaminya menikah lagi, dan sekitar dua tahun kemudian ia baru mengetahui kebenaran itu. Robbi... aku menggigil, tak mengerti, sungguh tak mengerti. Sudah banyak kudengar kisah tentang perselingkuhan, pengkhianatan, para suami yang menikah lagi, tapi begitu hal itu menimpa sahabat karibku, tetap saja hatiku menangis....

Tapi aku harus tetap berkepala dingin, tidak boleh emosi. Aku tahu bagaiamana rasanya dikhianati, ditinggalkan oleh seseorang yang amat kita cintai. Ada semacam perasaan nelongso, tercampak, terbuang, malu...tak berarti, tak berguna...
Tapi mungkin yang dialami sahabatku ini lebih berat lagi.... Duhai, apa yang bisa kulakukan untuk menolongnya? Sedikit meringankan sesak di hatinya?

Mungkin dengan mudah aku bisa memberinya nasehat, ya sudah, pisah aja, cerai! Atau, Kiara tetap punya pilihan, mau bertahan atau berpisah. Dia yang lebih tahu kondisi hati dan perasaannya, karena ia yang mengalaminya sendiri. Kiara semakin bingung dan aku paham karena aku begitu mengenalnya. Kiara termasuk orang yang tak mudah mengambil keputusan. Mungkin lebih tepatnya sangat hati-hati. Beda dengan diriku yang termasuk cepat dalam memutuskan sesuatu, walau kadang ada beberapa keputusan yang pada akhirnya agak kusesali (eh tapi sesal kemudian tak berguna kan...makanya aku berusaha legowo aja)

Orang tua Kiara menyarankan suami Kiara untuk memilih, perempuan itu atau anaknya. Sementara sang suami ternyata memilih cerai dengan istri kedua. Tapi babak baru yang panjang, melelahkan, menyakitkan telah dimulai. Karena proses perceraian tak semudah membalik telapak tangan. Ada kesan suami Kiara mengulur-ulur waktu perceraian. Bahkan kabarnya mereka tetap tinggal serumah walaupun katanya proses cerai tetap berjalan. Sementara keluarga Kiara sudah sangat membenci suami Kiara. Hal yang wajar dan bisa dimaklumi. Sementara berkumpul di tengah keluarga besarnya, Kiara merasa sangat tak nyaman karena keluarganya selalu membicarakan keburukan suaminya yang tak tahu berterima kasih. Karena selama ini ternyata Kiara sudah banyak membantu adik-adik suaminya menyelesaikan sekolah. Sekedar diketahui saja, bapak mertua Kiara sudah lama meninggal dunia. Namun keikhlasan dan perngorbanan Kiara itu ternyata dibalas demikian.

Dan anehnya lagi, sejak saat itu, banyak sekali sms-sms gelap yang meneror dan mennggodanya. Seperti sms yang tertera di atas tadi. Ketika kutanya siapa pengirimnya, Kiara menjawab tidak tahu. dan yang sangat kusayangkan adalan Kiara membalas dan menanggapi sms itu dengan penuh emosional. Duh....

Jumat, 16 Mei 2008

TENTANG TULISAN SAYA

Mengomentari tulisan sendiri?

Ok, ini adalah review saya tentang tulisan saya. Ada yang pengemasan masalahnya belum fokus, loncat sana loncat sini. Ada yang idenya biasa saja, tapi penyajiannya cukup menyentuh, misal cerpen ‘Purnama di ujung Senja’. Atau ada yang temanya agak basi dan penggarapannya pun kurang maksimal, -lagi-lagi- belum fokus, jalinan ceritanya terlalu melebar kemana-mana, misal cerpen “Kiara” atau tema yang ingin disampaikan masih samara-samar dan konflik kurang tajam, serasa penulis ingin berdiri di tengah-tengah, misal pada cerpen “Bicaralah Cinta’

Duh…membaca tulisan saya di awal-awal saya belajar menulis…hahaha… saya sering tersenyum sendiri… kok ya itu lho, ceritanya hampir semua kok sedih-sedih banget ya…! Apakah itu karena saya telah banyak mengalami ha-hal menyedihkan di sepanjang masa kecil saya, di setiap rentang hidup saya? Sudah pasti jawabnya adalah tidak! Saya cukup menikmati dan banyak kisah menyenangkan yang warnai hari-hari saya di masa kecil. Ada seorang sahabat yang mengatakan, bahwa bila menemui suatu musibah (kalau kita menganggap itu sebuah musibah lho…), maka rumusnya adalah H2N..(wah..wah…pakai rumus segala). Apa H2N itu? Hadapi, Hayati dan Nikmati… ceiye…begitu to!

Ok, friends….
Kisah “Purnama di Ujung Senja” bagi saya emang cukup menyentuh…. Intinya, kita tidak boleh menyerah pada kerasnya kehidupan. Semoga pembaca bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut. Pengalaman pribadi? Hahaha….tak ada seorang penulis pun yang tak menyelipkan pandangan hidupnya dalam setiap tulisannya…. (eh, itu kata teman di FLP loh…)

Kalau “Huiny”…. Wah…kisah itu terjadi mengalir saja… entah kenapa tiba-tiba jari jemari saya lincah menari (tepatnya mungkin bukan menari, tapi meloncat-loncat… wong saya ngetik pakai sebelas jari, dulu gak lulus waktu pelajaran ngetik di sma…) di atas keyboard….

Tapi, dengan segala kerendahan hati, ijinkan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya ya… seandainya ada pembaca yang merasa hatinya ‘teraniaya’ setelah membaca kisah “Huiny” ….suer deh friends, just a story…tidak bermaksud untuk menyinggung satu pribadipun…punten ye… I’m so sorry…
Eit…tapi kayaknya kisah Huiny masih panjang loh…celakanya saya sekarang benar-benar kesulitan mencari celah waktu untuk menyelesaikan kisah tersebut…(habis belum ada yang request sih…hehehe…)

Ok, saya ada PR menyelesaikan novel HUINY serta beberapa cerpen yang idenya masih berloncatan di tempurung kepala saya…..
Terima kasih buat yang telah membaca dan mengomentari atau memberi masukan coretan saya…
Salam sayang

MERAPIKAN BLOG

BLOG yang sungguh sederhana ini ingin aku rapikan, duh siapa yang bisa membantu ya?
Aku ingin kelompokkan dalam beberapa divisi :
1. Coretan Hati
2. Fiksi/cerpen
3. Resep Kue dan masakan
4. Artikel Kesehatan
5. Artikel pembangun jiwa
6. Seputar gigi
7. Aneka Ketrampilan
8.Tanaman/bunga kesayangan

apalagi ya?

PUKIS

Bahan :
4 butir telor ayam
300 gram gula pasir
1 bungkus fermipan dicampur dengan
500 gram terigu
600 ml susu cair (boleh diganti dengan santan atau air sari buah kalau suka)
250 gram mentega dicairkan

Cara Membuat :
1. Telor dan gula dikocok sampai mengembang atau sampai gula larut.
2. Masukkan terigu yang sudah dicampur dengan fermipan bergantian dengan susu cair dan mikser dengan kecepatan rendah.
3. Tuang mentega cair dan aduk dengan spatula.
4. Adonan ditutup serbet bersih dan diamkan 1/2 hingga 1 jam hingga mengembang
5. Siapkan cetakan pukis dan oles dengan mentega
6. Setelah panas, masukkan adona setinggi 3/4 cetakan.
7. Tutup dan masak dengan api kecil

Catatan :
Hm...nikmat dan lezat...!!
Bahannya alami dan cara masaknya pun gampang. Kalau lagi masak jangan ditinggal ya, karena kue pukis ini akan sangat cepat matang...
kalau lagi masak kue pukis ini, aku pasti ingat dengan Mbak Dyah dan Peni.. teman tersayang yang sudah menurunkan resep ini...jadi kangen nih, apa kabar Friends?

BOLU KUKUS

Bahan :
3 butir telor ayam
1/2 sdm TBM
300 gram gula pasir
300 gram terigu
150 air soda (misal : sprit)
(catatan : air soda bisa diganti dengan sari buah, santan atau susu)
coklat, meisis, atau parutan wortel untuk variasi

Cara Membuat:
1. Telor, gula dan TBM dikocok sampai mengembang
2. Masukkan terigu sedikit demi sedikit (sambil diayak lebih bagus) bergantian dengan air soda, lalu mikser dengan kecepatan rendah
3. Panaskan kukusan dan lapisi bagian tutupnya dengan serbet/kain
4. Taruh kertas bolu kukus di atas cetakan bolu
5. Tuang adonan sebanyak 3/4 dan kukus sampai matang

Catatan :
Resep bolu kukus yang yummy dan sederhana ini adalah resep favorit anak-anak mengisi liburan. Mas Azzam akan mengisi bolu kukusnya dengan selai blackberry atau strowberry, sedang Dik Amil biasanya lebih suka mengisi bolu kukusnya dengan....yap, apalagi kalau bukan coklat...!
kalau Umi senang mencampur adonan bolu dengan parutan wortel dicampur serbuk nutrisari. Maksudnya sih supaya anak-anak mau makan sayur...:)
Ok, foto2 akan menyusul ya...!

MENJADI PENULIS

Kutatap layar monitor dengan gamang. Entah ini sudah tulisan keberapa yang tak mampu kuselesaikan dengan baik. Kadang aku berhenti begitu menulis judul. Kadang sudah dapat setengah cerita, namun bingung akan kubawa kemana nasib sang tokoh. Aku selalu tak dapat menyelesaikan setiap tulisanku. Aku tak tahu. Apakah setiap cerita harus berakhir bahagia? Atau berakhir tragis seperti kisah Romeo Juliet? Atau dibuat menggantung, biarlah pembaca akan mencari penyelesaian sendiri? Entahlah.

Sejak kecil aku memang bercita-cita menjadi seorang penulis. Aku ingat, sejak kecil aku suka menulis dan rajin mengirimkan hasil tulisanku ke media anak-anak. Saat kelas 2 SMP tulisanku yang berupa cerpen dimuat majalah lokal berbahasa daerah. Saat itu aku memakai nama pena Seliara. Aku mendapat honor menulis sebesar Rp.7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah). Sebuah jumlah yang besar bagiku saat itu, uang sakuku selama sebulan, termasuk untuk membayar SPP dan jajan. Aku masih ingat, saat itu bapak memberi kami -aku dan kakakku- masing-masing uang sebesar Rp.7.500,- selama satu bulan. Setiap akhir bulan kami melaporkan penggunaan uang itu dalam bentuk laporan buku kas stafel. Waktu SMP kami mendapat mata pelajaran Pembukuan. Entah anak-anak SMP sekarang masih dapat mata pelajaran itu atau sudah tidak lagi.

Kembali pada minatku menulis, entah kenapa, sejak SMA aku jarang menulis. Mungkin karena pelajaran SMA cukup sulit. Di samping aku juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang kurasa tidak mudah. Selain itu aku juga sedang senang-senangnya mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan pihak sekolah. Pendek kata, aku tengah menikmati masa SMA dan senang berkawan dengan banyak orang. Sebenarnya, aslinya aku pendiam. Entah kenapa SMA aku punya banyak teman. Mungkin karena teman-temanku orangnya ceplas-ceplos dan rame, jadi aku tinggal mendengarkan saja mereka bercerita.

Lepas dari SMA aku kuliah. Wah, kesibukan sebagai mahasiswa baru kembali menyita waktuku. Aku tak pernah lagi menulis. Ah, mungkin ini hanya alasan. Tapi sungguh, aku tak punya waktu luang banyak. Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan berlatih bela diri, mendirikan teater muslimah, nasyid muslimah dan lain-lain. Tentu saja semua itu cukup menguras energi. Selain aku harus bekerja sampingan mencari rizki buat kelangsungan kuliahku. Pendek kata, saat kuliah aku benar-benar tidak kepikiran untuk menulis.

Saat-saat terakhir menjelang kelulusan, aku dipercaya oleh fakultas untuk mengelola majalah kampus yang oplahnya tersebar ke seluruh pelosok Indonesia. Maklum, majalah yang kami kelola adalah majalah persatuan senat fakultas seIndonesia. Saat itu keinginan menulisku muncul, lebih tepatnya mungkin karena dipaksa keadaan. Mulailah aku membuat beberapa tulisan dan artikel. Majalah kami bisa dibilang cukup sukses. Meskipun dalam mengerjakan kami harus pontang-panting dikejar deadline. Selain minimnya kiriman naskah yang masuk ke meja redaksi, jadi kami harus aktif membuat tulisan sendiri.

Sebenarnya aku merasakan kebahagiaan dalam menulis. Aku lebih senang menulis sesuatu yang berisi motivasi dan keoptimisan. Aku senang bila tulisanku bisa memacu semangat pembaca (lebih tepatnya untuk memberi semangat aku sendiri sebagai penulis). Karena membaca tulisanku yang dimuat di majalah, ada beberapa adik kelas yang menjadikan aku sebagai tempat curhat.

Setelah selesai mengurus majalah –begitu yang kebagian menjadi sekjen pindah ke universitas lain, sesuai aturan dibuat bergiliran selama 2 tahun- keinginanku menulis hilang dengan sendirinya, seiring dengan berjalannya waktu. Ada beberapa alasan valid dan masuk akal yang bisa kuajukan. Kesibukan hamil dan melahirkan, mengurus anak-anak yang masih kecil, banyaknya masalah keluarga yang datang silih berganti sampai kesibukan praktek yang sungguh menyita hampir semua waktuku. Menyisakan penat dan letih yang mesti segera kupulihkan.

Dan kini, setelah anak-anak besar, praktek yang sudah mapan, fasilitas yang lengkap tersedia –terdiri dari 2 lap top dan sebuah computer PC dan fasilitas internet 24 jam sehari- apalagi alasan yang bisa kukatakan untuk tidak menulis?

Mungkin bukan karena waktu yang sempit, atau fasilitas yang super minim. Aku ingat saat SMP aku mengetik tulisanku menggunakan mesin ketik. Dan saat itu aku hanya berlangganan 2 majalah. Tapi kini, fasilitas sudah jauh memadai. Ada computer, jaringan internet yang on line 24 jam –sehingga aku tak perlu susah-susah ke kantor pos, tinggal dikirim via email- dan setidaknya saat ini aku berlangganan 6 buah majalah sekaligus satu koran nasional (katanya kalau ingin jadi penulis harus banyak membaca), kenapa jua sulit bagiku untuk menghasilkan tulisan yang bermutu?

Katanya ingin berdakwah lewat tulisan? Katanya kalau sudah tidak praktek ingin jadi menulis? Katanya ingin mengisi masa tua dengan menjadi penulis? Mana? Mana?

Aku selalu bilang bahwa umur kita mungkin hanya sampai 60 tahun, namun jika kita menulis dan menghasilkan karya yang bagus dan bermanfaat, umur kita akan jauh lebih panjang dari umur hidup kita. Shakespeare memang sudah lama meninggal, namun karyanya tetap hidup hingga kini, dan mengisi hati orang-orang yang menikmati karyanya, seolah-olah mereka merasa kenal dan dekat dengan sang pujangga besar itu.

Aku pernah membaca artikel di sebuah majalah, katanya, seseorang bisa menjadi penulis terkenal bukan karena bakat, namun latihan dan proses pembelajaran yang gigih dan tak kenal lelah. Latihan yang terus menerus, sambil memperbaiki teknik menulis dan menambah wawasan dengan banyak membaca bacaan bermutu. Itu mungkin yang saat ini belum ada padaku. Aku katakan belum, karena aku berharap suatu saat nanti aku akan memilikinya.

Aku ingat perkataan seorang da'i yang cukup kondang, jika ingin membuat suatu perubahan ke arah kebaikan, lakukan 3 M, mulailah dari yang kecil, mulailah dari diri sendiri, dan mulailah dari sekarang. Ya, mungkin ada benarnya. Jadi, tunggu apa lagi? Ayo, menulislah mulai sekarang....

SAYA TAKUT DOKTER

Pasien itu memasuki ruang praktek saya dengan muka tertunduk. Sebelah tangannya menutup pipi kirinya yang dibalut dengan sapu tangan warna putih.

Saya tersenyum untuk mencairkan ketakutan yang jelas tampak di wajahnya. Entah takut, entah menahan rasa sakit yang amat. Yang pasti, dia bukan pasien pertama yang datang kepada saya dengan mimik muka demikian.

“Ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya saya berusaha seramah mungkin.

“Gigi saya sakit sekali Dokter…” jawabnya lirih.

“Mulai kapan, Bu?”

“Sebenarnya sudah lama Dokter, tapi saya takut datang ke dokter gigi. Sekarang saya sudah tidak dapat menahan sakit lagi dok, jadi saya beranikan diri datang ke sini…”

Saya tersenyum lagi, menghargai ketakutannya yang sungguh manusiawi itu sekaligus kagum karena akhirnya ia bisa mengalahkan rasa takut itu dan hari ini ia bisa duduk manis di kursi periksa saya. “Tidak perlu takut Bu, Insya Allah sekarang perkembangan ilmu kedokteran sudah maju. Mudah-mudahan nanti Ibu tidak merasa takut lagi…”

“Tapi pelan-pelan saja ya Dok…”

Saya mengangguk dan tersenyum. “Saya akan coba memeriksa gigi Ibu pelan-pelan. Ibu boleh pegang cermin dan melihatnya. Kalau ada yang sakit, silakan beritahu saya…”

Kata-kata itu entah sudah berapa kali saya ucapkan, dan saya selalu mengulanginya lagi tanpa sadar. Saya, amat maklum dengan ketakutan ibu tadi. Ketakutan ibu tadi adalah sebenarnya ketakutan saya juga. Sebagai dokter, sebenarnya saya takut ‘menyakiti’ pasien saya. Saya terbiasa mengucapkan kata ‘maaf’ kalau akan memulai tindakan, misalnya mengebor, menyuntik atau mencabut gigi pasien. Ada beberapa pasien saya yang geli dan membalas ucapan saya dengan ‘ya Dok, sudah saya maafkan’

Wah, mungkin saya terlalu berlebihan… tapi sesungguhnya saya punya rahasia kecil yang belum sempat saya bagi dengan pasien saya…. (sengaja kali…)
Sebenarnya, saya pun punya ketakutan yang sama bila harus berhadapan dengan dokter gigi. Saya begitu selektif memilih dokter yang saya percaya akan merawat gigi saya
(ssst… dokter gigi juga harus rajin merawat gigi ke dokter juga lho…).

JEJAK KECIL KEHIDUPAN

Sahabat… (seperti acara tv surat sahabat ya!)
Apa yang akan saya tulis di sini adalah sepenggal kisah hidup saya yang mungkin tak terlalu istimewa. Saya adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua anak laki-laki. Kehidupan mengajarkan kepada saya untuk selalu mensyukuri apa-apa yang telah Allah berikan. Hal itulah yang mendorong saya untuk lebih banyak instropeksi, bersyukur sekaligus bersabar, karena setiap rentang hidup sesungguhnya adalah ujian. Hanya yang berhasil melewati ujian dengan keimananlah yang akan meraih derajat taqwa, mimpi terbesar saya selama ini….

MASA KECIL SAYA
Saya lahir di sebuah desa kecil yang tak tercantum di peta, namun –tentu saja- akan selalu tersimpan di hati saya, karena di desa itulah saya melewati masa kecil yang indah. Masa-masa yang selalu saja penuh dengan kenangan. Bapak adalah seorang petani dan ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang membantu bapak mengelola sebuah usaha penggilingan padi.

Masa kecil saja penuh dengan kenangan bermain, sore-sore berjalan-jalan di sawah (sekedar mencari buah ‘ceplukan’ atau memetik sayur untuk dimasak keesokan harinya). Berjalan melewati pematang sawah, memandang bulir padi yang kuning keemasan atau melihat petani memanen kacang tanah dan jagung. Naik di atas genteng rumah dan memandangi matahari tenggelam adalah kegiatan sore yang tak pernah ketinggalan kami lakukan. Ah…… masa-masa itu adalah masa yang indah dalam hidup saya. Seperti kebanyakan orang tua, Bapak dan Ibu membiarkan masa kecil saya penuh dengan permainan. Karena orang tua banyak menghabiskan waktu mengurus usahanya,maka saya dan saudara-saudara saya lebih banyak di rumah bersama nenek dan pembantu. Meskipun saat itu saya masih kecil, tapi saya paham bahwa kedua orang tua saya bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan kami, lima orang anak yang waktu itu masih kecil-kecil. Meski seharian sibuk mencari nafkah, bila malam tiba, bapak dan ibu masih sempat menemani kami belajar dan membantu mengerjakan PR. Bapak juga selalu siap mengantar jemput bila saya ingin belajar kelompok di rumah teman. Tak heran, waktu kecil prestasi akademik saya boleh dibilang cukup lumayan, saat itu saya hanya berpikir ingin memberikan yang terbaik bagi orang tua.

HARI SAYA KEHILANGAN CINTA
Ternyata kebahagiaan memang tak selalu menyertai kehidupan manusia. Demikian juga dengan saya. Di bawah ini adalah hari di mana saya merasakan langit seakan runtuh, kala saya merasa begitu rapuh, saat orang-orang terkasih itu pergi dari hidup saya secara tiba-tiba. Di saat saya merasa belum siap untuk ditinggalkan.

Selasa, 4-4-1984
Hari di mana ibu yang amat saya cintai pergi untuk selama-lamanya. Sampai kini, saya masih selalu merindukannya

Kamis, 29 Sya’ban (2 hari sebelum 1 Ramadhan) 1994
Hari dimana bapak yang telah berjuang untuk kebahagiaan saya menghembuskan nafas terakhir. Saya sedih karena belum sempat membahagiakan beliau di masa hidupnya

Suatu hari di tahun1991
Hari dimana seorang nenek yang kehadirannya selalu menyertai masa kecil saya, berpulang ke haribaan-Nya

Suatu hari di tahun1994
Hari dimana akhirnya saya sadar, seorang sahabat terdekat saya tak akan pernah kembali lagi

Suatu hari di tahun 2000
Hari dimana kakek dari ayah saya meninggal dunia. Saya hanya bisa menangis sedih di sudut kamar, karena saat itu saya sedang hamil muda anak kedua. Saya tidak bisa pergi untuk menghadiri pemakamannya, sekaligus memberikan penghormatan terakhir untuk beliau. Karena jarak yang begitu jauh tak kuasa saya tempuh

Suatu hari di bulan Maret 2007
Hari dimana nenek dari ayah saya meninggal dunia. Waktu kabar itu saya terima, saya sedang di klinik. Saya langsung mencari penerbangan tercepat yang bisa saya dapat. Esoknya saya berangkat dengan anak bungsu saya, karena tinggal 2 seat yang kosong. Meskipun akhirnya saya tak dapat melihat pemakamannya, tapi saya tetap bersyukur dapat hadir dan memberi penghormatan pada sosok yang telah ikut memberi warna masa kecil saya…

PERKENALAN SAYA DENGAN ISLAM
Kesibukan orang tua atau mungkin karena faktor ketidakpahaman, membuat masa kecil saya kurang bersentuhan dengan Islam. Saya tidak menyalahkan orang tua karena hal ini. Orang tua saya meskipun pada saat itu belum paham Islam, namun telah mengajarkan kami - anak-anaknya - nilai-nilai yang Islami.

Perkenalan saya dengan kajian keislaman diawali saat kegiatan mentoring di SMA 2 Madiun. Saat itu saya masih ingat, pemberi materinya adalah ikhwan (mungkin karena belum ada akhwatnya). Saat itulah saya bersentuhan dengan kajian dan jilbab, bila kajian kami mengenakan jilbab, tapi saat biasa jilbab itu dilepas. Pun ketika kesadaran mengenakan jilbab mulai timbul di hati, mungkin karena keimanan yang begitu sedikit, bila berangkat sekolah kami memakai jilbab dan di sekolah dilepas. Masih sistem bongkar pasang karena pada saat itu jilbab belum boleh dipakai di lingkungan sekolah. Yang ngotot mengenakan jilbab dipersilakan memilih sekolah yang lain. Sebuah bahasa halus untuk mengusir jilbaber. Saat itu sekitar tahun 1990-an saya masih kelas 2 SMA. Sebagian besar dari kami memilih bertahan, karena kami ingin berjuang di SMA ini, sekolah yang cukup bonafid di Madiun. Alhamdulillah… akhirnya keluar SK yang memperkenankan pemakaian jilbab di sekolah. Saat SK itu keluar, saya sudah kuliah di Surabaya.

TETAP SEMANGAT MESKI SUDAH YATIM PIATU
Saya adalah anak yatim piatu, saya bersyukur status itu tak sampai membuat saya berkecil hati. Ibu meninggal saat saya kelas 5 SD. Bapak menyusul saat saya duduk di semester 2. Saat itu saya diterima di FKG Unair… saya masih ingat, mata bapak berkaca-kaca saat membaca pengumuman hasil UMPTN di sebuah media nasional. Bapak terisak bahagia, ada rasa bangga karena anaknya diterima di Fakultas Kedokteran Gigi… Meski Bapak tak pernah melihat saya memakai jas putih saat praktikum di klinik, meski Bapak tak pernah bisa menghadiri acara wisuda saya, pun ketika saya diambil sumpah sebagai dokter gigi… Ketika tiba hari kelulusan saya…
Mungkin dari atas sana Bapak dan juga Ibu bisa melihat kehidupan saya kini…
Tapi saya tahu…ada satu hal yang dibutuhkan kedua orang tua, doa anak yang sholehah…hanya itu yang dibutuhkan Bapak kini ….
Kini, memang hanya ada satu harapan saya, saya sungguh ingin menjadi anak yang sholehah, yang setia mendoakan kedua orang tua saya, semoga Allah berkenan mengampuni dosa-dosa kedua orang tua saya dan memberikan sebuah tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

SAAT-SAAT PERJUANGAN
Kuliah di kedokteran gigi, hidup di perantauan, sudah tidak ada orang tua… duh…sepertinya berat banget…dan memang, itulah yang saya rasakan. Jika bukan karena belas kasih Allah, jika bukan kesabaran dan ketegaran yang kadang meski dipaksakan…entahlah… yang pasti saya bersyukur karena pada saat itu saya dikelilingi oleh teman-teman yang mencintai dan mendukung saya. Saya bersyukur karena saat itu interaksi saya dengan Islam cukup dekat, saya melihat masih banyak teman yang keadaannya jauh lebih berat dari saya.

Dalam kondisi yang serba sulit itu, kami berlima (kakak dan adik, saudara kandung saya) saling menguatkan, saling menasehati dan saling berbagi. Dua kakak saya kuliah di PTN di kota Malang, saya di Unair Surabaya, adik saya di sebuah PTN di Malang dan adik terkecil waktu itu masih kelas 1 di SMA 2 Madiun. Bersyukur karena kami semua dapat kuliah di PTN, jadi tidak begitu banyak menelan biaya. Kuliah di PTN adalah salah satu cita-cita bapak yang mampu kami wujudkan…Saat itu saya melakukan apa saja untuk tetap bisa kuliah, saya bertekad saya harus bisa lulus, meskipun saya harus bekerja sambil kuliah… Meskipun itu berarti waktu belajar dan waktu istirahat saya harus lebih banyak berkurang…
Saya masih ingat, saat itu saya hanya berpikir, saya harus melakukan sesuatu untuk menghasilkan uang. Apa saja yang mampu saya kerjakan. Diantaranya saya berjualan kacang telor, saya menggoreng dan membungkusi sendiri, saya taruh di meja dan di sebelahnya saya taruh kaleng kecil. Tak berapa lama kacang dalam toples akan habis dan kaleng kecil itu akan terisi lembar demi lembar rupiah, dan demikian seterusnya. Saya buang jauh-jauh rasa gengsi dan malu… saya hanya berpikir bagaimana mencari rizki halal untuk tetap bertahan…

Saya juga pernah menjadi loper majalah Ummi dan Annida. Alhamdulillah, saat itu pelanggan saya cukup banyak, mereka adalah teman-teman kampus. Selain itu, profesi sebagai perancang dan penjahit baju muslim juga saya lakoni. Saya membeli kain, mendesain dan menjahit sendiri baju-baju muslim… kebetulan saat itu belum banyak saingan konveksi seperti sekarang…
Baju-baju muslim yang sudah saya jahit itu lalu saya titipkan di Bursa Kafilah, sebuah toko yang terletak di sebelah masjid kampus. Saya sadar, saya tidak punya keahlian menjual langsung ke konsumen. Biasanya dalam rentang waktu sebulan, baju-baju yang saya jahit itu sudah habis dan saya tinggal mengambil uangnya. Lalu sebagian uang itu akan saya belanjakan kain lagi di Pasar Pucang, sebagian uang saya gunakan untuk biaya hidup…demikian seterusnya waktu bergulir dalam kehidupan saya…

Oya, saat itu saya juga memberi les privat, mengajar di TPA dan aktif di SKI dan senat… saya bahkan masih sempat membentuk sebuah grup nasyid muslimah dan teater muslimah bersama dengan teman-teman dari ITS dan IKIP Surabaya… kalau saya pikir sekarang…dengan segala keterbatasan saya saat itu, baik terbatas dari segi manapun (ekonomi, fasilitas dan sebagainya), saya masih bisa lalui…hanya ada satu kekuatan yang tak henti membimbing saya, tanpa campur tangan Allah… mustahil saya bisa lalui semuanya…

Hanya sedikit teman yang tahu keadaan saya yang sesungguhnya. Di luar, saya dikenal sebagai teman yang ramai dan selalu tersenyum. Saya tak pernah bermaksud menyembunyikan kesedihan dan perjuangan saya, namun sebuah ayat yang saya baca suatu malam, saat kesedihan itu datang, cukup menguatkan langkah saya…
Saya lupa persisnya, ….berikut adalah sedikit cuplikan kata-kata yang mampu menguatkan langkah saya, yang mampu memberi energi, bila rasa lelah, penat, letih, capek, sedih dan entah apa namanya itu datang menyerang…
….yaitu orang-orang yang menjaga dirinya dari meminta-minta meskipun sebenarnya ia membutuhkan…kalimat itu saya temukan dalam Al Quran, saya lupa persisnya mana karena saya cari kembali belum ketemu.
Rizki Allah tersimpan di antara tetesan keringat kita…
Ada kemauan pasti ada jalan…
Dan sebuah puisi dari Jalaludin Rumi,
Bila engkau merasa semua jalan sudah buntu
Yakinlah Allah akan menunjukkan jalan tersembunyi
Yang belum pernah dilihat oleh siapapun…
‘jalan tersembunyi”…yap! Saya selalu percaya selalu ada jalan tersembunyi…

ALLAH MEMBERI SAYA TEMAN BERJUANG
Tahun 2006 Allah memberi saya teman berjuang. Dua belas tahun yang lalu, ketika beliau datang kepada saya, beliau adalah seorang pemuda sederhana dengan sebuah tekad dan cita-cita. Seorang lulusan D3 STAN, pegawai negeri dalam level yang masih pemula. Sementara saya adalah seorang yatim piatu dan masih berstatus mahasiswa. Bisa dibilang, kami berdua saat itu memang masih belum apa-apa. Hanya sebuah tekad, sebuah cita-cita bahwa kami berdua ingin bersinergi, bekerja bersama-sama, meniti jalan yang telah kami pilih berdua. Jalan dakwah. Jalan yang penuh dengan duri, yang menanjak dan penuh lubang di sana sini. Bukan jalan mulus yang bertabur bunga.

KEHIDUPAN SAYA KINI
Alhamdulillah, kini saya menikmati kesibukan membesarkan anak, mengantar jemput sekolah, serta mengantar les-les. Sejak awal memang suami melarang saya bekerja di luar rumah. Mungkin beliau khawatir dengan pengasuhan anak-anak kalau saya bekerja. Alhamdulillah, kini saya bisa praktek malam hari, sehingga pengasuhan anak masih tetap bisa saya tangani. Sementara kini suami ingin meneruskan pendidikannya ke jenjang S3 (semoga Allah memberikan yang terbaik –amin- karena suami memang senang sekali menuntut ilmu). Sementara saya cukup melipat cita-cita saya mengajar (menjadi dosen di FKG), dulu saya pernah bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang spesialis, tapi setelah mempunyai anak dan membuka praktek di dua klinik, waktu saya benar-benar sudah tak tersisa lagi. Saya tidak menyesal dengan semua itu. Hidup adalah memilih. Saya sadar. Setiap pilihan haruslah dipertimbangkan masak-masak, karena selalu ada konsekuensi di balik setiap pilihan kita. Saya tidak ingin menyesal dan mengeluh dengan apa yang sudah menjadi pilihan saya.

Satu hal yang saya akan terus belajar dan belajar adalah tawazun, seimbang, semua mendapatkan haknya. Terus terang saya sering kesulitan membagi waktu. Saya ingin ngaji berjalan lancar, pun mutaba’ah harian bisa semua terlaksanakan, anak-anak terjamin, memastikan mereka hari itu makan makanan bergizi, bersekolah dan les dengan baik, pr dan tugas tak ada yang terlupakan, rumah selalu bersih dan rapi, klinik berjalan lancar, saya bisa membaca buku atau menyelesaikan tulisan di komputer (saya punya obsesi menerbitkan sebuah buku –kini masih dalam proses, mohon doanya ya-, kini ada satu cerpen saya yang akhirnya dimuat sebuah majalah wanita, Alhamdulillah). Kenyataannya saya masih sering terteter, memang harus ada beberapa hal harus didelegasikan, namun kalau ‘sang delegator’ berhalangan, mau tidak mau, saya harus siap meng-handle semuanya. Kalau sudah demikian, saya baru benar-benar bisa memaknai, ternyata ‘kewajiban kita memang jauh lebih banyak dari waktu yang kita punya’

Kini saya sedang belajar mengisi kajian ibu-ibu. Bukan karena saya merasa sudah pintar ilmu agama, saya justru nekat dan sebenarnya ada ketakutan cukup besar kala memulainya, karena saya sadar saya selalu merasa belum atau lebih tepatnya tidak pantas untuk mengisi kajian. Jadi bisa disebut ini adalah proyek nekat. Apapun hasilnya saya serahkan kepada Allah SWT. Saya hanya ingin mengajak ibu-ibu di lingkungan saya untuk lebih dekat kepada Allah SWT. Merasakan manisnya iman, merasakan indahnya ukhuwah.

Harapan saya semoga anak-anak saya menjadi orang-orang yang selalu dalam barisan dakwah. Saya juga berdoa semoga saya dan suami tetap istiqomah di jalan yang telah kami pilih, doakan semangat ini tak kan surut, hingga tangan maut menjemput!