Jumat, 08 Januari 2010

Malam yang Kelabu bagi Azzam, Anakku

Nak, kau hanya diam malam itu. Berdiri mematung diiring tatapan nanar. Kau hela nafas dalam, seakan ingin kau usir sebuah ganjalan yang tiba-tiba memenuhi rongga dada. Ada sebuah emosi manusiawi menyembul ingin keluar, tapi coba kau tahan. Bunda begitu mengerti perasaanmu. Tapi tak banyak yang bisa Bunda lakukan untukmu.

Nak, seandainya Bunda jadi kau, mungkin Bunda akan melakukan hal yang sama. Bunda tak menyalahkanmu. Inilah hidup yang sesungguhnya, Anakku. Semoga semakin mendewasakanmu.

Semua berawal dari adanya sebuah kegiatan baru, Bunda tawarkan apakah kau mau ikut ataukah tidak. Kau setuju ikut, dengan syarat bila ternyata akhirnya kau tak menyukainya, kau boleh keluar. Bunda setuju, Bunda tak akan memaksa kamu untuk melakukan hal-hal yang tak kau sukai. Karena toh ini bukan hal yang menurut Bunda prinsip. Hanya sekedar kegiatan , sebuah karya seni budaya.

Beberapa kali kau ikut, kau merasakan ini tak sesuai denganmu dan kau menyatakan mundur. Kebetulan kau mendapat bagian yang ternyata kau tak bisa enjoy menjalaninya (sebut saja kau mendapat bagian A). Dan Bunda pun mengabulkan permintaanmu untuk mundur. Tak apa bagi Bunda, yang penting kau sudah mau mencoba, jika ternyata tak cocok, ya apa boleh buat. Tak menjadi masalah buat Bunda, pun buatmu.

Lalu ponsel Bunda berdering. Oh, ternyata dari mama seorang temanmu. Mama temanmu ini mengatakan pada Bunda bahwa anaknya (sebut saja B) menyatakan bahwa ia ingin Azzam tetap ikut dan menawarkan posisinya padamu (sebut saja posisi B itu adalah C). Bunda bertanya, apakah itu betul keinginan B atau keinginan mamanya. Mama B menjawab bahwa itu adalah murni keinginan B. Berkali-kali Bunda mengatakan pada mama B, alangkah baik hatinya si B! Bunda mengucapkan terima kasih dan menjawab bahwa Bunda akan membicarakan denganmu dulu, apakah kamu akan menerima tawaran B ataukah menolaknya. Kau perlu waktu untuk memikirkannya, sampai akhirnya suatu sore kau mengatakan, ”Baik Bunda, aku mau!” senyummu mengembang cerah sore itu.

Akhirnya pada pertemuan berikutnya, kau bertukar posisi dengan B. Kau dalam posisi C dan B dalam posisi A. Bunda lihat kau begitu menyukai posisi barumu, begitu juga dengan B tampak antusias dengan posisi barunya.

Beberapa hari lagi adalah hari pementasan. Hari yang begitu kau nanti-nanti. Kau menghitung dan terus menghitung kapan hari pementasan itu akan tiba. Kau begitu berharap bisa tampil bersama dengan teman-temanmu. Bunda tahu, itu adalah saat yang begitu penting bagimu.

Lalu datanglan malam itu kau dengan Bunda. Teman-teman yang lain sudah datang. Bunda dan kau pun agak terkejut karena, tanpa ada pembicaraan sebelumnya, tiba-tiba B sudah berada pada posisi yang adalah posisimu. Sementara mama B, begitu tahu kau datang, malah langsung menawari posisi D, posisi yang sama sekali baru dan kau belum pernah latihan sebelumnya, padahal sebentar lagi pementasan akan dimulai. Sampai di sini Bunda tak mengerti apa maksud Mama B, apakah beliau sudah lupa dengan pembicaraan di telepon beberapa hari yang lalu, bahwa katanya B menawarkan posisi C itu padamu, katanya supaya Azzam ikut. Bahkan mama B pun mulai menawarkan posisi A, padahal Mama B sudah tahu bahwa kau tak mau posisi A atau posisi D dan memilih mengundurkan diri pada latihan sebelumnya. Bunda sungguh tak mengerti apa maksud ucapan dan tindakan Mama B. Apakah beliau tidak sadar bahwa tindakannya itu sudah menyakiti perasaanmu dan menghancurkan harapanmu akan hari yang sudah ditunggu-tunggu? Benar Nak, malam itu sesungguhnya Bunda pun amat kecewa dengan tindakan Mama B. Kalau B sendiri yang mungkin berubah pikiran, Bunda mengerti, karena dia masih anak-anak. Tapi kau pun juga masih anak-anak, dengan perasaan yang sama. Perasaan anak-anak. Oke, katakanlah B dan kau adalah anak-anak – juga anak-anak yang lain yang pada malam itu akan pentas-, tapi bukanlah Mama B dan Bunda bukan anak-anak? Tanpa ada pembicaraan apapun sebelumnya, Mama B maupun B sendiri seakan sudah lupa akan apa yang pernah dikatakannya di telepon. Bunda tahu hatimu terluka malam itu. Bunda juga tahu kau tak mau ribut. Anehnya lagi, Mama B tak mengatakan apa-apa padamu, misalnya minta maaf atau mengatakan bahwa B ingin pada posisinya semula atau apalah kata-kata yang sedikit menentramkanmu. Bukan itu, Mama B malah menawarkan posisi lain pada detik terakhir kalian akan pentas. Bunda sungguh tak tahu akan tindakan Mama B, apakah beliau benar-benar lupa, tidak peka atau pura-pura tak tahu? Bunda hanya merasa aneh. Bunda sungguh tak tahu apa yang ada di hati mama B malam itu, tapi Bunda amat tahu, hatimu sungguh hancur malam itu. Maafkan Bunda, Sayang... Seandainya Bunda tak menyampaikan telepon Mama B padamu, tentu malam itu Bunda tak harus melihat anak Bunda tersakiti hatinya, merasa tak dianggap, tak dihargai, merasa didzolimi... Bunda merasa bersalah padamu, Nak, maafkan Bunda sayang..... Tapi nasi sudah menjadi bubur, hati anak Bunda sudah pecah!

Bunda pun mengantarmu pulang. Sampai di rumah kau menangis dan menangis. Bunda amat tahu perasaanmu, Sayang. Kau punya perasaan yang peka. Kau tak mau membalas atau menyakiti hati orang lain. Bahkan kau tak berani meminta hak mu dari B. Kau hanya sedih dan kecewa dengan perilaku B dan mamanya, serta memilih pulang, membiarkan B bahagia dengan tindakannya. Kau memilih mengalah.....

Malam itu adalah malam yang kelabu bagimu, dan parahnya, ada andil Bunda di situ.... Bunda yang seharusnya bisa menjaga dan melindungimu....

Tapi tak apa, Nak... Bunda selalu percaya, pasti ada hikmah di balik peristiwa ini. Meski terasa menyakitkan, Allah pasti punya rencana yang lebih indah untuk kita semua. Malam itu Bunda ingin sekali mengobati hatimu.

Lalu Bunda bercerita, bahwa di tempat manapun di dunia ini, ada orang baik dan orang jahat. Ada orang yang menyenangkan dan ada juga orang yang menyakitkan. Bunda hanya ingin kau siap. Bahwa ada bermacam-macam tipe orang di muka bumi ini. Ada orang jahat yang hatinya benar-benar jahat. Ada orang yang hari ini bilang A besok bilang B atau orang yang tidak konsisten. Ada juga tipe orang yang suka menjilat ludahnya sendiri. Ada tipe orang yang suka mengingkari janji, Ada tipe orang yang kata-katanya seringkali menyakitkan. Ada orang yang sombong. Ada orang yang kelihatan baik di depan kita, namun di belakang dia sungguh jahat. Bunda ingin kau berhati-hati dan jangan terlalu kaget, kalau suatu ketika dalam rentang hidupmu kau menemukan atau bertemu dengan tipe orang-orang di atas.

Namun di balik itu, di dunia ini pun banyak orang-orang yang baik. Orang-orang yang akan menjadi sahabatmu, menjadi temanmu. Bunda yakinkan kau, bahwa suatu saat kau akan menemukan orang-orang baik ini. Bisa jadi dia akan menjadi teman SD, SMP, SMA atau teman kuliah, atau teman kerja atau teman lainnya. Bahkan mungkin saat ini kau sudah memilikinya. Bisa jadi dia adalah temanmu saat TK dan beberapa teman yang kini kau miliki. Pendeknya, suatu saat Insya Allah kau akan menemukan orang-orang baik ini. Yang akan menghiasi hidupmu dan mewarnai perjalananmu.

Bahwa apa yang baru saja kau alami malam itu adalah sebuah hal yang biasa dalam kehidupan. Bunda ingin kau siap dan kuat. Bahwa apa yang baru saja kau alami, belum seberapa dengan apa yang akan kau alami di kemudian hari. Bunda ingin kau siap dan kuat. Bunda ingin kau sabar dan tegar. Bunda ingin anak Bunda memiliki hati seluas samudera, yang ikhlas memaafkan orang lain.

Bunda tahu, malam ini menjadi malam yang kelabu bagimu. Tapi Bunda percaya, malam ini kau telah mendapat sebuah pelajaran berharga. Tentang kepekaan hati yang harus kau miliki. Rasa empati yang harus senantiasa kau asah. Malam ini kau sudah bisa merasakan sakit, jadi Bunda harap, kau tak akan melakukan hal yang sama. Minimal kau harus membicarakannya terlebih dahulu, hingga kau tak harus menyakiti orang lain.

Bunda akan selalu bersamamu, mendukungmu. Jangan takut menghadapi masa depanmu. Jadilah dirimu apa adanya, yang pasti kau harus senantiasa memperbaiki kualitas hati dan diri. Pendiam atau supel hanyalah pembawaan. Tidak selalu supel itu lebih baik dan pendiam itu lebih buruk. Tak selalu orang yang berpembawaan ekstrovet itu lebih baik dan yang introvet itu lebih buruk. Tak selalu orang yang pintar bergaul dan pintar berkata-kata –sehingga perkataannya sering memukau dan mengundang decak kagum orang- itu lebih baik, lebih lembut hatinya, lebih peka dan lebih berperasaan.

Jangan takut untuk menjadi dirimu sendiri... Yang penting adalah hatimu harus putih dan jauh dari titik-titik hitam yang membuatmu tak bisa mendengar kata hati dan bisik nurani.
Asahlah kepekaanmu untuk tidak menyakiti hati orang lain, entah dengan sikap atau perkataan, atau oleh janji-janji palsu. Janganlah seperti orang yang menjilat air ludahnya sendiri. Bersikaplah sportif dan jangan malu untuk mengakui kesalahan dan lebih dulu meminta maaf.

Mungkin tak selamanya Bunda bisa menemanimu, bisa bersamamu, bisa menjagamu. Genggamlah semua nasihat Bunda, semoga bisa menyirami, saat resah menghampiri, saat Bunda tak lagi ada di sisimu suatu hari nanti.....


Bintaro, 9 Januari 2010, 00:44 am