Kamis, 19 Mei 2011

Pulau Seribu

Akhirnya… pagi itu…. kami bisa menancapkan kaki ke salah satu Kepulauan Seribu… dalam arti yang sebenarnya, karena kaki kami benar-benar tertancap tumpukan batu karang yang menutupi pantai selatan pulau Untung Jawa… ^_^

Perjalanan dimulai saat bingung mau membawa anak-anak liburan… mau pergi kemana ya?
Puncak? Pasti macet… Mekarsari, Ragunan, The Jungle, Ocean Park, Taman Wisata Matahari, Sentul… ah udah pernah semua … udah berkali-kali lagi…

Mau ke Taman Mini? Keliling naik sepeda… ??

”Nggak mau...!!” jawab si krocil kompak.

”Aku mau berenang...”
”Ke pantai..”
”Ke Anyer aja, Carita....”
”Jauh...”

Hm.. anak2 ingin ke pantai... mana pantai yang dekat dengan rumah ya....

”Ancol...??”
”Nggak mau, ramai...”
”Ya, namanya kan liburan to Nak, ya pasti ramelah...”

”Pelabuhan Sunda Kelapa..??”
”Nggak mau, udah pernah...”
”Kan nggak bisa berenang... adanya kapal2....”
”Iya sih... hehe...”

Search...search... dan akhirnya... ketemu, kita akan ke Pulau Untung Jawa ... salah satu pulau dari gugusan Kepulauan Seribu....!!

Dekat dari rumah... berangkat dari Ujung Pasir, Tangerang... naik perahu hanya sekitar 20 menit...

Dan begitulah... berbekal info dari internet, pagi itu kami nekad berangkat, dan petualangan pun segera dimulai...!!

Kulihat sekali lagi bekal yang kami bawa, perlengkapan renang, baju ganti, makanan dan minuman... dan tak lupa... tenda kecil, siapa tahu kami bisa mendirikan tenda di tepi pantai.....

Setelah semuanya lengkap... bismillah.... perjalanan pun dimulai....

Sekitar pukul 08.45 kami berangkat. Masuk tol arah BSD.... terus... melewati Bandara Soekarno Hatta.. lurus terus ke arah utara....ketemu pasar, masih lurus... lalu ketemu pertigaan, belok kanan.... lurus terus... dan sampailah kami ke dermaga Tanjung Pasir... penyeberangan ke Pulau Seribu....

Anak-anak kelihatan antusias. Semua turun dan siap dengan ranselnya masing-masing. Karena hanya tersedia kapal kecil, mobil tidak bisa diangkut, harus ditinggal di Tanjung Pasir...

Harga tiket penyeberangan dari Tanjung Pasir ke Pulau Untung Jawa Rp. 10.000,- per orang/ sekali jalan. Jadi kalau pp Rp. 20.000,- per orang.

Lewat titian kecil dari kayu, kami menaiki kapal Setia Budi yang bergoyang-goyang diterpa ombak. Ah... jadi ingat halang rintang saat ikut pramuka dulu... ternyata kepakai juga.... Begitu semua penumpang sudah naik, perahu pun melaju menuju Pulau Untung Jawa...

Tapi, hei...lihat di air... ada bentukan bulat putih menyembul-nyembul di air laut...
Apa itu? Ada yang besar dan ada yang kecil... mirip gumpalan serupa bola berbintik-bintik, tapi ada tali-talinya....

”Ubur-ubur... banyak banget...” seru si kakak. Surprise, kami bertemu dengan kawanan ubur-ubur..... Aku lagi bayangin, gimana kalau ketemu sama sekawanan ikan lumba-lumba yang meloncat-loncat dengan indahnya, pasti kami lebih senang lagi... ^_^

”Warnanya putih ya... kok tidak merah keunguan seperti di sponge bob...”

Perahu terus melaju, di depan kami tampak beberapa gugusan pulau. Di sebelah kanan, namanya Pulai Rambut, tapi juga dikenal dengan nama Pulau Burung, karena pulau itu merupakan suaka margasatwa, surga para burung. Tidak seorang pun boleh memasuki pulau itu, kecuali ijin dulu, misalnya untuk keperluan penelitian atau liputan.

Di sebelah Pulau Burung itulah Pulau Untung Jawa. Dan perahu yang mengangkut seratus-an orang itu pun merapat. Alhamdulillah... kami semua selamat.. masalahnya aku tidak pandai berenang, kalau misalnya perahu terbalik karena kepenuhan penumpang, aduh mana tidak pakai pelampung... kan jadi tidak asyik... Itulah, kadang keamanan kurang mendapat perhatian... tapi mencari perahu yang berpelampung untuk semua penumpang kayaknya susah (tidak ada). Apa perlu bawa pelampung sendiri ya..??

Akhirnya setelah sampai ke Pulau Untung Jawa, perahu pun merapat di sisi sebelah kiri. Aku dan Azzam yang kebetulan duduk di sisi kiri pun langsung meloncat ke dermaga. Senang sekali akhirnya bisa mengunjungi satu pulau di pulau Seribu. Di sisi kanan, tampak anak-anak sedang berenang di pantai. Pantai itu diberi batas dari tali, sebagai pertanda kita tidak boleh melewati garis itu. Di sisi kiri, tampak area pemancingan, sepi. Mungkin karena jam 12 – an siang, matahari cerah dan terik. Di sebelah kanan, dibangun saung-saung berlantaikan keramik yang bersih, bisa untuk duduk-duduk memandangi lautan. Ada pula banana boat, penyewaan alat snorkling, penyewaan sepeda, dan tenda-tenda penjual makanan. Ada pula masjid, sehingga kita bisa sholat di sana.

Turun dari perahu, kami berjalan-jalan mengelilingi pulau. Amil sudah tidak sabar untuk nyemplung dan berenang. Amil lalu ganti baju renang dan segera masuk ke air laut yang pastinya asin. ”Asin...” katanya sambil menjilati bibirnya. ”Au... kakiku sakit...” kata Amil lagi. ”Kenapa dik?” tanyaku. ”Aku menginjak karang...” Memang pantai pulau ini tidak tertutup pasir putih yang halus, tapi hampir semua pecahan batu karang menutupi pantai sampai ke laut dangkalnya. Jadi harus hati-hati. Aku sendiri memilih tetap memakai kaus kaki, jadi tidak terlalu sakit saat menginjak karang.

Kami duduk di saung. Lalu mendirikan tenda di rerumputan, untuk menyimpan ransel dan barang-barang. Aku dan Amil lalu menyewa sepeda untuk berkeliling pulau. Kami mengambil arah ke kanan. Kami melewati bangunan Puskesmas, SD Negeri dan SMP Negeri, lalu sampailah kami ke area pembibitan bakau. Karena jalan semakin menyempit dan sepi, aku memutuskan untuk berbalik arah.

Di jalan kami bertemu dengan satu dua sepeda motor. Mobil tidak ada di pulau itu. Kuda juga tidak ada. Kambing dan sapi kayaknya juga tidak ada. Tapi kami menemui banyak kucing di jalan. Pohon kelapa juga tidak ada. Pohon sayuran dan padi juga tidak ada. Kabarnya tiap pagi ada kapal sayuran yang mengangkut kebutuhan sehari-hari dari Pulau Jawa. Perahu itu berangkat sekitar jam 6 pagi, jadi kalau kita mau ke sana pagi-pagi, kita bisa menumpang perahu sayur.

Oya, setelah puas bersepeda, kami memutuskan naik banana boat. Tiap orang dikenai biaya Rp. 35.000,- aku pesan kepada tukang perahunya untuk jangan dijatuhin. Sebenarnya asyik juga kalau jatuh ke laut, kan pakai pelampung jadi tidak tenggelam. Anak2 sih protes... pingin dijatuhin... ^_^

Pengalaman pertama naik banana boat, seru juga... membelah lautan yang luas, kecipratan ombak, sambil perahu yang menarik kami meliuk-liuk kencang. Banana boat pun agak meloncat-loncat melewati permukaan air yang tak rata karena ada ombak-ombak kecil.

Karena sudah sore... kami memutuskan untuk pulang. Bagi yang mau menginap. Di sana juga tersedia penginapan dengan biaya yang terjangkau.

Banyak pengunjung memadati dermaga, menunggu perahu yang akan membawa kami pulang ke Pulau Jawa. Ada rasa senang dan sedih. Senang karena akhirnya kami bisa menikmati keindahan alam kepulauan Seribu. Sedih karena melihat ada banyak hal yang ’harusnya bisa lebih’ dibenahi.... sampah yang terapung-apung di laut, pantai yang tak terawat, sistem penyeberangan, dan lain-lain... Sangat jauh bila dibandingkan dengan Siloso (pantai di Sentosa, Singapore), misalnya... ngiri kenapa mereka ’bisa’ sementara kita tidak, padahal kita memiliki pantai jauh lebih banyak dan jauh lebih indah...

Sekilas tentang Siloso, lautnya bersih, bening, pasirnya putih dan halus (kabarnya pasir itu diimpor dari Indonesia), lingkungannya bersih dan terawat, banyak pohon kelapa, transportasinya aman dan canggih.... padahal kayaknya Siloso itu sepertinya ”pantai buatan” tapi tetap terasa nyaman karena bersih dan terawat....

Dalam perjalanan pulang...
"Mi, kita kan baru mengunjungi satu pulau, jadi masih ada 999 pulau lagi yang bisa dikunjungi kapan-kapan ya... " kata si Amil santai....