Jumat, 16 Mei 2008

MENJADI PENULIS

Kutatap layar monitor dengan gamang. Entah ini sudah tulisan keberapa yang tak mampu kuselesaikan dengan baik. Kadang aku berhenti begitu menulis judul. Kadang sudah dapat setengah cerita, namun bingung akan kubawa kemana nasib sang tokoh. Aku selalu tak dapat menyelesaikan setiap tulisanku. Aku tak tahu. Apakah setiap cerita harus berakhir bahagia? Atau berakhir tragis seperti kisah Romeo Juliet? Atau dibuat menggantung, biarlah pembaca akan mencari penyelesaian sendiri? Entahlah.

Sejak kecil aku memang bercita-cita menjadi seorang penulis. Aku ingat, sejak kecil aku suka menulis dan rajin mengirimkan hasil tulisanku ke media anak-anak. Saat kelas 2 SMP tulisanku yang berupa cerpen dimuat majalah lokal berbahasa daerah. Saat itu aku memakai nama pena Seliara. Aku mendapat honor menulis sebesar Rp.7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah). Sebuah jumlah yang besar bagiku saat itu, uang sakuku selama sebulan, termasuk untuk membayar SPP dan jajan. Aku masih ingat, saat itu bapak memberi kami -aku dan kakakku- masing-masing uang sebesar Rp.7.500,- selama satu bulan. Setiap akhir bulan kami melaporkan penggunaan uang itu dalam bentuk laporan buku kas stafel. Waktu SMP kami mendapat mata pelajaran Pembukuan. Entah anak-anak SMP sekarang masih dapat mata pelajaran itu atau sudah tidak lagi.

Kembali pada minatku menulis, entah kenapa, sejak SMA aku jarang menulis. Mungkin karena pelajaran SMA cukup sulit. Di samping aku juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang kurasa tidak mudah. Selain itu aku juga sedang senang-senangnya mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan pihak sekolah. Pendek kata, aku tengah menikmati masa SMA dan senang berkawan dengan banyak orang. Sebenarnya, aslinya aku pendiam. Entah kenapa SMA aku punya banyak teman. Mungkin karena teman-temanku orangnya ceplas-ceplos dan rame, jadi aku tinggal mendengarkan saja mereka bercerita.

Lepas dari SMA aku kuliah. Wah, kesibukan sebagai mahasiswa baru kembali menyita waktuku. Aku tak pernah lagi menulis. Ah, mungkin ini hanya alasan. Tapi sungguh, aku tak punya waktu luang banyak. Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan berlatih bela diri, mendirikan teater muslimah, nasyid muslimah dan lain-lain. Tentu saja semua itu cukup menguras energi. Selain aku harus bekerja sampingan mencari rizki buat kelangsungan kuliahku. Pendek kata, saat kuliah aku benar-benar tidak kepikiran untuk menulis.

Saat-saat terakhir menjelang kelulusan, aku dipercaya oleh fakultas untuk mengelola majalah kampus yang oplahnya tersebar ke seluruh pelosok Indonesia. Maklum, majalah yang kami kelola adalah majalah persatuan senat fakultas seIndonesia. Saat itu keinginan menulisku muncul, lebih tepatnya mungkin karena dipaksa keadaan. Mulailah aku membuat beberapa tulisan dan artikel. Majalah kami bisa dibilang cukup sukses. Meskipun dalam mengerjakan kami harus pontang-panting dikejar deadline. Selain minimnya kiriman naskah yang masuk ke meja redaksi, jadi kami harus aktif membuat tulisan sendiri.

Sebenarnya aku merasakan kebahagiaan dalam menulis. Aku lebih senang menulis sesuatu yang berisi motivasi dan keoptimisan. Aku senang bila tulisanku bisa memacu semangat pembaca (lebih tepatnya untuk memberi semangat aku sendiri sebagai penulis). Karena membaca tulisanku yang dimuat di majalah, ada beberapa adik kelas yang menjadikan aku sebagai tempat curhat.

Setelah selesai mengurus majalah –begitu yang kebagian menjadi sekjen pindah ke universitas lain, sesuai aturan dibuat bergiliran selama 2 tahun- keinginanku menulis hilang dengan sendirinya, seiring dengan berjalannya waktu. Ada beberapa alasan valid dan masuk akal yang bisa kuajukan. Kesibukan hamil dan melahirkan, mengurus anak-anak yang masih kecil, banyaknya masalah keluarga yang datang silih berganti sampai kesibukan praktek yang sungguh menyita hampir semua waktuku. Menyisakan penat dan letih yang mesti segera kupulihkan.

Dan kini, setelah anak-anak besar, praktek yang sudah mapan, fasilitas yang lengkap tersedia –terdiri dari 2 lap top dan sebuah computer PC dan fasilitas internet 24 jam sehari- apalagi alasan yang bisa kukatakan untuk tidak menulis?

Mungkin bukan karena waktu yang sempit, atau fasilitas yang super minim. Aku ingat saat SMP aku mengetik tulisanku menggunakan mesin ketik. Dan saat itu aku hanya berlangganan 2 majalah. Tapi kini, fasilitas sudah jauh memadai. Ada computer, jaringan internet yang on line 24 jam –sehingga aku tak perlu susah-susah ke kantor pos, tinggal dikirim via email- dan setidaknya saat ini aku berlangganan 6 buah majalah sekaligus satu koran nasional (katanya kalau ingin jadi penulis harus banyak membaca), kenapa jua sulit bagiku untuk menghasilkan tulisan yang bermutu?

Katanya ingin berdakwah lewat tulisan? Katanya kalau sudah tidak praktek ingin jadi menulis? Katanya ingin mengisi masa tua dengan menjadi penulis? Mana? Mana?

Aku selalu bilang bahwa umur kita mungkin hanya sampai 60 tahun, namun jika kita menulis dan menghasilkan karya yang bagus dan bermanfaat, umur kita akan jauh lebih panjang dari umur hidup kita. Shakespeare memang sudah lama meninggal, namun karyanya tetap hidup hingga kini, dan mengisi hati orang-orang yang menikmati karyanya, seolah-olah mereka merasa kenal dan dekat dengan sang pujangga besar itu.

Aku pernah membaca artikel di sebuah majalah, katanya, seseorang bisa menjadi penulis terkenal bukan karena bakat, namun latihan dan proses pembelajaran yang gigih dan tak kenal lelah. Latihan yang terus menerus, sambil memperbaiki teknik menulis dan menambah wawasan dengan banyak membaca bacaan bermutu. Itu mungkin yang saat ini belum ada padaku. Aku katakan belum, karena aku berharap suatu saat nanti aku akan memilikinya.

Aku ingat perkataan seorang da'i yang cukup kondang, jika ingin membuat suatu perubahan ke arah kebaikan, lakukan 3 M, mulailah dari yang kecil, mulailah dari diri sendiri, dan mulailah dari sekarang. Ya, mungkin ada benarnya. Jadi, tunggu apa lagi? Ayo, menulislah mulai sekarang....

Tidak ada komentar: