Selasa, 18 Mei 2010

ADAPTASI

Anakku yang sangat aku sayangi, Azzam, malam itu pulang dari tempat les dengan muka mendung. Duh, ada apa Nak? Aku bersiap mendengar segala ceritanya, ya, karena ini adalah hari pertama ia berada di tempat kursus Bahasa Inggris yang baru. Atas sepertujuan dia, atas permintaan dia sendiri.

Sebelumnya Azzam les Inggris di lembaga yang sama, tapi beda cabang. Berhubung di cabang yg dekat rumah tak ada teman yang kenal (tak ada teman sekolahan) maka ia memutuskan pindah ke cabang yang dekat dengan sekolahnya. Di cabang itu, ada teman sekelasnya, meski beda level. Azzam sudah di level YAC 4, sementara temannya di level YAC 1. Kata Azzam tak apa, karena sebelum masuk dan pas pulangnya masih bisa ketemu. Aku sih menurut saja apa kata anakku, yang penting dia happy dan senang, aku turuti aja.

Ya, begitulah... akhirnya sore ini Azzam memulai harinya yang baru. Sebelumnya aku sudah menghubungi tempat les yang baru, bertanya mengenai jumlah murid, komposisi laki-laki dan perempuan serta rata2 usia peserta les. Aku bilang ke Azzam, ada 10 murid perempuan dan enam laki-laki. rata2 usia SD dan SMP, gimana Mas? Azzam setuju, mengangguk, tak masalah. "Benar Nak, kamu setuju?" ulangku lagi. Maksudku kalau Azzam merasa tak nyaman dengan teman2nya yg baru, ya tidak apa2, tidak perlu dipaksakan.

Karena Azzam sudah setuju, akhirnya aku siapkan uang kursus dan sore itu Azzam diantar Oom Wawan, karena aku sedang ada pengajian di rumah. Sebenarnya Azzam ingin uminya yang antar, tapi aku yakinkan dia, bahwa tadi aku sudah nelpon tempat kursusnya, jadi Azzam tinggal datang dan menyebutkan nama. karena Azzam bingung kakau disuruh menjelaskan dan lain sebagainya.

Sebenarnya aku juga sudah bersiap-siap mendengar cerita Azzam, tentang hari pertama lesnya. Tenyang gurunya, tentang teman2nya. Tentang ada warung tidak di tempat lesnya, tentang perasaannya.

Begitu melihat wajah Azzam, aku merasa something wrong. Ada kilat di matanya, duh jangan nangis, Nak.

"Kenapa sayang? Bagaimana lesnya, ketemu Fakhri tidak?" tanyaku.

"Teman-teman les yang sekarang kurang menghargai orang, Mi...." lapornya.

"Maksudnya apa? Kamu dicuekin? Kan belum kenal, Nak... itu biasa... nanti kalau sudah kenal Insya Allah ya enggaklah..." kataku.

"Gurunya gimana? Cuek tidak?"

"Ya enggak sih..."

Sedikit banyak aku paham bagaimana perasaan Azzam, juga sikap teman-temannya. Azzam adalah anak baru, sementara 16 orang teman2nya yang lain adalah anak lama, jadi sudah saling kenal dan akrab, apalagi kalo ada teman satu sekolahan.

"Mereka hanya mau main sama temannya aja..." kata Azzam sedih.

Aku ikut sedih juga. "Nggak papa Mas... tujuan Mas Azzam les kan ingin dapat ilmu, kalau ternyata dapat teman baik, itu bonusnya. Mas Azzam belajar yang rajin ya, memperhatikan guru... nanti kalau Mas Azzam smart nanti akan banyak teman juga. Ingat kata Umi, orang baik akan dapat teman yang baik juga. Yang penting Mas Azzam tetap baik sama teman yang lainnya ya..."

"Ada juga teman yang dipojokin, Mi... satu orang?"

"Siapa? Bukan Mas Azzam kan..."

"Bukanlah..."

"Kenapa dipojokin? Apa anaknya nakal? Anaknya baik nggak?"

"Baik sih kayaknya nggak nakal..."

"Ya udah Mas Azzam temenan sama dia aja... nggak papa... Tapi Mas Azzam hebat lho... berani sendiri... itu namanya penyesuaian Mas, adaptasi. Itulah dunia yang sesungguhnya Mas, keras. Kalau di BM kan Mas Azzam sudah kenal semua, banyak anak yang baik karena kan semua muslim dan tahu agama. Kalau di luar macam-macam Mas. Mereka berasal dari sekolah yang bermacam-macam. Jadi ya sifatnya juga bermacam-macam. Kalau di les privat relatif baik, anaknya sopan2 juga karena kebanyakan dari sekolah yang baik. Sabar ya Nak?"

Hm... dalam hati aku tidak mau memaksa... sambil kulihat2 dulu untuk beberapa pertemua ke depan... kalau sepertinya Azzam sullit menyesuaikan dengan lingkungannya yang baru, baik tak apa bila ia berhenti. Dulu pernah ia sampai nangis karena tak bisa adaptasi dengan lingkungan les yang baru, di mana setelah cuti beberapa bulan, ia ketinggalan kelas dengan teman2nya semula. Ketika ia masuk, level Azzam biasanya anak usia SMP dengan percakapan dan gurauan yang menurut Azzam tak nyaman. Aku tak bisa memaksa Azzam untuk masuk level pergaulan yang belum usianya... takut malah nanti ia jadi stress. Aku kembalikan diriku, bila dipaksa memasuki lingkungan yang aku tak nyaman... aku pun tak akan memaksakan diri...

Hm... begitulah problemku... gampang2 susah cari tempat kursus buat anak...
Sayang tak ada tetangga yang kursus di tempat ini, tak ada juga teman sekolah Azzam... Azzam dan Amil yang rajin kursus kumon, ILP, sakamoto, robotic... sementara tak ada tetangga atau teman sekolah anak2 karena rumah kami relatif jauh dari sekolah...

Kehadiran teman -seperti yang diharapkan- mungkin bisa memperbesar semangat menimba ilmu... sebaliknya kehadiran teman yang tak seperti yang diharapkan bisa mematahkan semangat menimba ilmu... waduh bagaimana ini?

Tentu aku tak ingin semangat anak2ku padam hanya gara2 masalah teman dan pola pergaulan yg membuat dia tak nyaman...
Pun aku tak ingin anak2ku stress gara2 aku terlalu memaksa... jadi? Ya udah Nak, bila masih bisa, jalani aja... semoga keadaannya akan membaik nantinya...

Tetap semangat menuntut ilmu... selamat berjuang anak2ku tersayang... :)

Love much from Umi

Tidak ada komentar: