Selasa, 18 Mei 2010

IBU, AKU INGIN KAU TAHU...

Dia adalah sahabatku... ya dulu dia adalah sahabatku. Waktu dan jarak yang membentang di antara kami, mungkin cukup lebar dan lama. Entah berapa tahun aku tak bertemu dengannya, hingga di sebuah pagi, aku melihat sosok yang tak asing bagiku. Aku sungguh senang bertemu dengannya... Melihat keadaannya yang masih sama seperti dulu, cuek, apa adanya dan sedikit keras kepala (untuk hal yang positif tentunya).

Percakapan kami pun berlanjut... biasa ibu-ibu... tak jauh dari cerita tentang anak-anak, suami dan masakan. Tapi aku sungguh sedih saat ia mengeluh tentang anaknya yang mulai beranjak dewasa. Apalagi setelah pertemuan kami itu, esoknya ada sahabatku yang lain yang menceritakan keadaannya.

Ya, setahuku dia memang keras dan apa adanya. Tapi aku tak menduga ia bersikap sangat kaku dan berkesan memusuhi putrinya yang beranjak remaja. Mungkinn ia melakukan untuk kebaikan putrinya, caranya yang kurang tepat atau entah apa... tapi kukira tak harus sekaku itu. Kukira ini hanyalah miss komunikasi... tapi bila tak segera diluruskan, tak cepat dibenahi, pasti akan menimbulkan kebencian di hati sang putri, juga akan melukai hati sang umi (sahabatku).

Aku memang belum berpengalaman punya anak yang beranjak remaja, mengalami masa puber. tapi setidaknya aku dulu, dulu sekali pun pernah mengalami masa-masa itu. Masa yang pencarian jati diri. masa yang penuh gejolak, ketertarikan terhadap lawan jenis, ketertarikan terhadap semua hal yang baru dan menarik. Aku ingin sekali menjadi tempat curhat anak-anak dan bisa mendampingi anak-anakku melewati masa itu. Bukan malah memusuhinya, bukan bahkan mengekangnya. Bisakah? Mungkin aku harus lebih banyak belajar dan belajar. Banyak membaca buku atau mengikuti seminar-seminar tentang perkembangan anak.

"Ada pamannya yang pinter musik, nah anaknya suka ngobrol tentang musik, eh uminya marah-marah sampai akhurnya pamannya tidak datang-datang lagi ke rumah," kata sahabatku yang lain.

Aku tertegun. Ingat beberapa bulan yang lalu aku membelikan dua gitar buat anak-anakku. Bahkan aku menyemangati anak-anakku untuk les gitar. Aku pikir, musik baik buat keseimbangan hidup mereka, asal berada di jalur yang benar. Bermusik dalam rangka ibadah dan meningkatkan ketakwaan. Dengan lagu-lagu religi atau pun nasyid, kukira itu tidak salah. Tapi mungkin sahabatku mempunyai pertimbangan sendiri yang juga harus aku hargai. Tapi di sisi lain, aku merasa kasihan pada anak sahabatku, lama-lama dia bisa tertekan dengan pola asuh yang keras dari uminya.

"Ibu itu bilang kalau sebenarnya dia paling tidak suka memegang tangan anaknya, nanti jadi manja." Uff..... sejauh itukah? Jangankan menggandeng, sampai kini anak-anakku masih sering minta dipeluk, bangun tidur tengah malam suka memanggil namaku. Sering aku bertanya ke mereka, "Nanti Mas azzan dan dik Amil, kalau sudah besar, masih mau dipeluk umi nggak?Masih mau dicium umi nggak?" Dan mereka akan menjawab serempak, "Ya maulah... tapi jangan di depan umum ya Mi, kan malu..."

Memang kuakui sering anak-anak berbeda pendapat denganku. Tapi aku selalu berusaha untuk meluangkan waktu mendengarkan curhat mereka dulu. Apa yang diinginkan dan mengapa mereka menginginkan. Baru aku jelaskan, mengapa ini boleh mengapa ini tidak boleh. Pun selalu aku tekankan aku sayang pada mereka. Bahwa kami sebagai orang tua akan mendukung apaun asal demi kebaikan mereka kelak. Susah payah dan tak henti-hentinya aku mencoba menjelaskan dengan bahasa mereka. Bahwa mereka butuh berjuang dan berusaha sekuat tenaga. Dan itu berarti agak sedikit mengurangi waktu main dan waktu senggang. Tapi mereka akan memperoleh hasil yang jauh lebih nikmat, jauh lebih menguntungkan. Selalu aku tekankan, bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian. Bukan bersenang-senang dahulu, menderita kemudian. Sudah banyak contoh nyata yang bisa dilihat anak-anak.

"Dulu waktu kecil, umi juga susah Nak, belajar dan menghafal pelajaran, sementara teman-teman yang lain main. Tapi kan bisa dilihat hasilnya sekarang?"

"Sekarang Mas Azzam dan dik Amil bersusah-susah belajar dan les ini itu, sementara teman-teman kalian main. Nanti kalian akan melihat hasilnya, Nak. Akan merasakan manfaatnya... Coba sekarang, kamu sudah hafal perkalian dan soal-soal olimpiade yang sulit. Belum tentu temannya mas Azzam itu bisa kan?" kataku sambil menyebutkan nama temannya yang seusia. "Perkalian aja dia belum hafal Mi, orang kerjanya main mulu..." jawab Azzam. Di samping itu, tak lupa aku selalu menekankan pada Azzam untuk selalu bersikap rendah hati dan tidak boleh sombong.

"Terus jaman kalian nanti sulit Nak, harus bersaing untuk masuk perguruan tinggi. Misalnya yang daftar 5.000 orang sementara yang diterima cuma 200 orang. Jadi satu banding 25, artinya apa? Artinya Mas Azzam bersaing dengan 25 orang, hanya satu yang nilainya tertinggi yang masuk. Jadi diantara 25 orang yang ujian itu, Mas Azzam yang masuk, Mas Azzam harus mengalahkan 24 orang yang lain. Artinya apa? Artinya Mas Azzam harus mempunyai kepandaian dan pengetahuan di atas rata-rata... mengerti Nak?"

"Umi dulu juga begitu?"

"Ya, umi dan abi dulu juga begitu.... bersaing dengan anak-anak yang juga ingin kuliah. Tapi sekarang persaingannya lebih berat. Umi ingin anak-anak umi mampu bersaing... karena itu kalian harus rajin belajar, rajin latihan, ikut les... supaya mempunyai pengetahuan di atas rata-rata anak yang lain..."

"Tapi tetap ada waktu main kan?"

"Ya iyalah... kalian boleh main, asal jangan lupa belajar...jangan lupa waktu"

"Umi tidak ingin anak-anak umi nantinya hidupnya susah, susah cari kerja... kalau kalian pandai, kalian akan mempunyai pekerjaan yang baik, banyak uang, bisa beramal sholeh, bisa membantu orang lain.... karena tidak selamanya umi akan bersama kalian, jadi umi harus membekali kalian dengan ilmu dan iman yang baik, Nak..."

"Bila ingin sukses di dunia, cari dan kuasailah ilmu dunia. Bila ingin sukses di akherat, cari dan kuasailah ilmu akherat. Bila ingin sukses di dunia dan akherat, cari dan pelajarilah kedua-duanya... ilmu dunia dan akherat...."

" Janganlah kamu meninggalkan anak-anakmu dalam keadaan lemah..."

"Muslim yang kuat lebih disukai Allah dari pada muslim yang lemah..."

Ya.. aku ingin meninggalkan anak-anak dalam keadaan yang kuat, kuat secara iman, ilmu dan materi... juga kaya hati.... karena semua itu tak akan berarti apa-apa kalau tak disertai dengan kaya hati dan empati....

Aku ingin selalu menjadi sahabat anak-anakku... mendengar curhat mereka, mengetahui apa yang mereka inginkan... dan mendampingi mereka menyambut masa depannya...

Semoga Allah memberikan yang terbaik bagi keluarga kecil kami.... amiin

Juga bagi keluarga sahabatku.... semoga Allah memberikan pencerahan, kasih sayang dan cinta-Nya... amiin ya Robbal 'alamiin

Tidak ada komentar: